Saturday, March 7, 2009

Trend “GAUL (PACARAN)” Generasi Muda Hindu


(Kajian Susastra Hindu dan Alternatif Pemecahan)*

by: Shri Danu Dharma P. (I Wayan Sudarma)**


A. Pendahuluan

“Maṇusaḥ sa śarve bhūtesu varttate vai subhāsubhe, asubhesu sāmaviṣtaṁ subhesvevāvakarayet – Diantara semua mahluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah, yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk, leburlah ke dalam perbuatan baik, segala perbuatan yang buruk itu, demikianlah gunanya menjelma menjadi manusia”. (Sarasamuccaya. 2).

Oṁ Swastyastu

Membutuhkan kesadaran bersama bahwa “medan” pergaulan anak remaja saat ini sudah jauh berbeda dan berubah dalam satu generasi terakhir ini. Globalisasi sistim informasi telah sangat mempengaruhi cara pandang gaya hidup remaja kita di Indonesia. Sebagian besar orang tua di Indonesia sudah kecolongan bahkan ada sebagian lebih cenderung bersikap permisif (serba boleh). Peranan mereka sebagai pengasuh telah diambil alih oleh alat-alat elektronik, seperti TV, CD, VCD, Komputer, Internet, HP. Orang tua telah kehilangan wibawanya untuk mengatur berapa lama anak boleh main game dan menonton televisi. Dan acara apa yang boleh dan tidak boleh ditonton oleh anak-anak.

Disamping itu orang tua juga kekeringan bahan dalam memperkenalkan dan mengajarkan nilai-nilai budaya hidup benar kepada anak-anaknya. Hampir sebagaian besar pendidikan seks yang diperoleh anak-anak remaja, bukan dari orang tuanya melainkan dari sumber lain yang tidak jelas, sehingga misi pendidikan seks dan KB tidak tercapai. Hal ini berdampak pada kenyataan tingginya tindak kriminalitas dan amoral yang dilakukan para remaja, seperti pembunuhan antara keluarga, seorang anak tega membunuh ayahnya sendiri, membunuh pacarnya, memeras teman sekolahnya, prilaku kumpul kebo, perselingkuhan, seks bebas, aborsi, dan yang lainnya. Semua prilaku tersebut adalah memuaskan nafsu belaka yang sangat bertentangan dengan ajaran agama dan standar moralitas atau nilai-nilai budhi pekerti.
Hasil penelitian di Sumsel, Jabar, Kalbar, & NTB ttg Narkoba dan Seks Pranikah th. 2006
Indikator.......Laki-laki ..... Perempuan
•Merokok........73,1%........... 12,2%
•Miras..........42,2%........... 3%
•Narkoba........22,4%........... 2,3%
•Seks Pranikah..4,7 %........... 3,2%

Sumber: Dep. Kes RI 2006


Mahasiswa Akademi Kebidanan Kota X, th 2006 (n = 238)
Indikator...................... Prosentase
Bersentuhan/ pegang tangan..... 65,5 %
Berpelukan..................... 26,1 %
Berciuman Pipi................. 40,8 %
Berciuman Mulut................ 22,3 %
Berciuman Leher................ 12,6 %
Meraba Dada & Kelamin.......... 5,7 %
Berhubungan Seksual............ 5,0 %
Melakukan upaya pencegahan..... 0.8 %

Sumber: Kurniawati, 2006

Pengalaman seksual & penggunaan Kondom
% punya kawan yang pernah hub. seks
Umur....Perempuan....... Laki-laki
15-19........34,7............ 30,9
20-24........48,6............ 46,5
Tempat Tinggal
Kota.........44,7............ 44,1
Desa.........30,3............ 29,4

Sumber: Depkes 2006

Prilaku Seksual Remaja Siswa/siswi di 3 SMU DKI, 2006
Mengaku terus terang pernah hub. Seks
Pernah hub. Seks : 7,2 %
Perempuan...<1%............Perempuan....8,9 %
Laki-laki...5 %............Laki-laki....7,2 %
Sumber: Depkes 2006

Alasan hubungan seks pertama (Laki-laki;16-24 th) (n=50)
Indikator alasan........ N %
Suka sama Suka.......... 39 %
Ingin Tahu.............. 33 %
Dorongan seks kuat...... 14 %
Pengaruh temen.......... 5 %
Lain-lain............... 8 %
Sumber: Depkes 2006

Manusia yang dilahirkan ke mayapada ini merupakan mahluk yang utama dan mulia jika dibandingkan dengan mahluk hidup lainnya. Berdasarkan salah satu kelebihan yang dimilikinya berupa akal-pikiran (budhi –manaḥ), dimana manusia diharapkan dalam kehidupannya saat ini agar dapat meningkatkan kualitas, serta dituntut untuk selalu dapat berinteraksi antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Khususnya dalam kaitan pembicaraan interaksi antara seorang pemuda dengan seorang pemudi yang sering disebut dengan pergaulan para remaja atau lebih populer dengan sebutan “pacaran”.

B. Pengertian Umum
Yang menjadi keinginan dan kebutuhan manusia tidak hanya terbatas pada kebutuhan makan-minum, pakaian saja. Dalam diri manusia terdapat sesuatu keinginan dan kebutuhan kenikmatan yang bersifat universal. Kebutuhan ini melebihi kebutuhan lainnya, bahkan mengatasi kebutuhan akan kekuasaan, keinginan tersebut merupakan kebutuhan kodrati berupa keinginan untuk mencintai dan dicintai terhadap lawan jenis khususnya pria dan wanita. Jadi dari keinginan cinta-mencintai timbul istilah “pacaran” makna pacaran yang lebih mendalam adalah mencari “pasangan hidup”.
Proses pacaran maupun mencari psangan hidup merupakan suatu yang sangat sakral, maka kitab suci Veda adalah sebagai sumber dari segala sumber pengetahuan dan ilmu pengetahuan harus dijadikan dasar hukum suatu prilaku manusia khususnya umat Hindu di mayapada ini.
Sebelum memasuki agenda pacaran setiap anak perlu terlebih dahulu “bergaul sehat” di kalangan remaja. Anak yang tidak pernah bergaul bahkan sama sekali tidak gaul, akan disebut kuper (kurang pergaulan). Anak yang kuper akan segera bisa dikenali dalam lingkungannya. Karena sikap dan tindak tanduknya aneh atau tidak pantas. Oleh karenanya sebelum pacaran bergaullah sedini mungkin. Apa gunanya “gaul”?:
•Pergaulan adalah kancah tempat melakukan aktualisasi diri
•Pergaulan adalah laboratorium tempat uji coba nilai-nilai yang dianut
•Pergaulan adalah tempat merajut persahabatan dan menjalin jaringan kenalan
•Pergaulan adalah tempat pematangan kepribadian
•Pergaulan adalah tempat menjinakkan ego
Jadi janganlah ada remaja pria maupun putri yang tidak bergaul. Hanya melalui pergaulan bisa ditemukan seorang “pacar”. Pacaran tidak pernah dilarang. Tidak ada perkawinan yang sukses tanpa melewati masa pacaran. Apakah sebenarnya kita mempunyai “cinta” atau “hanya ketertarikan secara phisik”, atau hanya butuh “pengakuan sosial”, atau “birahi”. Masa apacaran adalah masa mengenali ini semua, antara lain mengenal apa ada bedanya antara “cinta” dan “birahi”. Walaupun cinta dan birahi adalah dua hal yang berbeda, tetapi keduanya tidak bisa dihindarkan. Keduanya akan menghampiri setiap orang, karena sangat alami.
Birahi adalah simtom (gejala) mulai berfunsinya hormon yang berkaitan dengan seks. Dia mulai tumbuh pada usia akil baligh. Dan nanti akan mati dengan sendirinya pada usia paruh baya. Ini semua alami, tidak bisa ditolak ataupun dihindarkan, atau diminta. Apa yang bisa kita lakukan adalah mengenalinya atau menghandle dan mengolahnya sebaik mungkin.
Ajaran Hindu mengenal seksualitas sebagai sesuatu yang mulia, bahkan bukan dosa, bukan laknat maksiat, karena itu adalah asal manusia hadir ke bumi. Tak perlu diuraikan lebih jauh. Lihatlah Lingga dan Yoni adalah simbol penyatuan unsur maskulin dan feminim. Jangan lupa, lihat tugu Monas, jelas itu bentuk kreatif dari Lingga dan Yoni.
Sanggama mempunyai fungsi, yaitu “reproduksi untuk melangsungkan keturunan”. Tetapi banyak orang mengejar kenikmatan melakukan sanggama. Sehingga sering mengelirukan antara “membuat anak dan membuat enak”. Sehingga sering kali kelahiran anak menjadi tak terkendali tanpa upaya Keluarga Berencana (KB).
Kama, adalah keinginan dan juga nafsu. Nafsu seks dan keinginan untuk bertahan hidup asal sumbernya sama yaitu pada bagian otak yang disebut limbic. Organ seks adalah instrument yang sifatnya badani. Semua kenikmatan dan kepuasan yang berkaitan dengan seks, dalam pandangan Hindu, bersifat badani atau materi atau duniawi. Namun demikian yang menggerakkannya adalah energi. Bila energi ini sudah terakumulasi maka dorongan seks menjadi sangat kuat. Inilah yang sering menjadi penyebab timbulnya pemaksaan atau pemerkosaan.
Sedangkan Cinta, berasal dari sumber yang berbeda yaitu dari dada, dari sekitar jantung. Di sana ada sumber energi pembangkit rasa disebut Anahatta Chakra. Kama atau nafsu mempunyai sifat menuntut. Sedangkan cinta sudah bisa memberi. Cinta bisa memberi dan menerima. Kedua hal inilah yang harus dikenali secara baik oleh setiap anak remaja. Cinta dan birahi bisa datang silih berganti dan dialami lebih dari sekali oleh anak remaja. Sumber energi keduanya berbeda. Energi yang dipakai oleh kegiatan seks itulah yang harus dikonversi atau dihaluskan. setelah halus disebut energi Kundalini.
Bila energi kama ini bolak-balik hanya dipakai untuk kegiatan sanggama. Maka kita melakukan pemborosan besar-besaran. Energi yang sama bisa dipakai untuk menciptakan kreativitas. kreativitas adalah salah satu karakter dari energi Kundalini

C. Pacaran Dalam Sumber Susastra Hindu
Visi dan misi agama Hindu telah ditentukan dalam proses kehidupan di dunia yaitu mengarah kepada tujuan hidup manusia adalah mencapai Moksartham Jagatdhita yang diaplikasikan melalui misi Dharma, Artha, Kama dan Moksa (Catur purusārtha), empat tujuan hidup manusia yang sangat erat kaitanya dengan jenjang kehidupan manusia hidup yang pada dasarnya Catur Purusārtha adalah filsafat hidup dari catur Asrama (empat tahapan kehidupan di dunia ini).
Dalam Fase perkembangan kehidupan manusia, sudah merupakan suatu kodrat manusia dari masa bayi, masa anak-anak, masa remaja, masa dewasa, masa tua, sampai kembali ke asal mula. Masa remaja inilah mengalami perubahan phisik dan perubahan perasaan baik pria maupun wanita, perubahan yang sangat menonjol adalah nafsu atau keinginan (kama). Pada masa inilah yang disebut masa puber. Kama berarti: nafsu atau keinginan yang dapat memberikan kepuasan atau kesejahtraan hidup. Kepuasan atau kenikmatan tersebut memang merupakan salah satu tujuan atau kebutuhan manusia, karena manusia mempunyai Dasendriya (10 indriya), yaitu:
• Srotendriya: keinginan untuk mendengar
• Tvagendriya: keinginan untuk merasakan sentuhan
• Caksvindriya: keinginan untuk melihat
• Jihvendriya: keinginan untuk mengecap
• Granendriya: keinginan untuk mencium
• Vagindriya: keinginan untuk berkata
• Panindriya: keinginan untuk memegang sesuatu
• Padendriya; keinginan untuk bergerak, berjalan
• Payvindriya: keinginan untuk membuang kotoran
• Upasthendriya: keinginan untuk kenikmatan dengan kelamin
Kesepuluh indriya tersebut menyebabkan manusia berbuat sesuatu, karenanya betapa pentingnya indriya tersebut, perasaan ingin tahu yang senantiasa meyebabkan manusia memiliki pengetahuan adalah diakibatkan oleh adanya indriya itu juga. Namun indriya tersebut perlu dikendalikan, karena ia sering juga dapat menjerumuskan manusia. Indriya sering diumpamakan seperti kuda liar, yang kalau dapat dikendalikan akan merupakan kekuatan yang luar biasa. Kama atau kesenangan/kenikmatan menurut ajaran Hindu tidak akan ada artinya jika diperoleh menyimpang dari Dharma. Karena Dharma menduduki tempat di atas kama, dan menjadi pedoman dalam pencapaian kama, Dharma merupakan hukum dari segala aspek kemanusiaan (Sarasamuccaya. 12).
“ Ilmu tanpa Dharma membahayakan, harta tanpa dharma menyengsarakan, kedudukan tanpa dharma menggelisahkan, manusia tanpa dharma terasa hampa” .

Manusia telah memiliki kama atau keinginan (nafsu) sejak dilahirkan ke dunia, dalam perkembangan kehidupan manusia secara normal akan berkembang secara bertahap salah satu indriya (keinginan) yang lebih menonjol. Maka pada masa remaja akan timbul keinginan pria dan wanita sebagai lawan jenis untuk saling mencintai, dalam proses ini disebut dengan masa berpacaran. Dalam kitab suci Ṛgveda X.27.12, dinyatakan :

“Kiyāti yoṣa maryanto vadhuyoḥ, Pariprita panyasa varyena, Bhadra vadhur bhavāti yat supeṣaḥ, Svayam sa mitraṁ vanute jane cit” - Terdapat banyak yang tertarik oleh kebaikan yang unggul (pria) dari beberapa orang yang hendak mengawini mereka. Seorang gadis menjadi kekasih yang beruntung yang memilih seorang teman (pria) bagi dirinya di antara para peminang.

Menyimak uraian maupun mantra Ṛgveda tersebut sumber kitab suci yang mengarahkan proses terjadinya pacaran adalah dari kodrat, perkembangan phisik maupun jiwa seseorang yang memang patut terjadi pada seorang pria maupun wanita. Dalam proses pacaran untuk mencari pasangan hidup yang sejati seorang gadis maupun pria agar pandai dalam memilih calon istri maupun calon suami. Hendaknya mampu memilih yang tepat (memiliki kebaikan hati yang tulus, berbudhi pekerti luhur, memiliki wawasan keilmuan), meilih bibit, bebet, dan bobot.

D. Aspek Filosofi Kama
“ Kama” bukan hanya sekedar kasih sayang (cinta kasih), keinginan seksual atau nafsu, birahi, tetapi kama juga merupakan prinsip filosofi, dari awal mula yang Maha ada. Kama sebagai salah satu tujuan kehidupan dan juga merupakan subyek filosofi. Simbol riil dari “kama” yaitu Lingga (kelamin laki-laki) dan Yoni (kelamin wanita). Purusa dan pradana terkandung makna sebagai sumber kehidupan yang sangat sakral, perkembangan kama sebagai prinsip filosofi, bahwa melalui kama seseorang dapat meraih kesatuan dan realitas atau berkomunikasi dengan realitas atau yang mutlak melalui jalan kama. Cinta kasih yang menjadi gambaran untuk bersatu dengan ketuhanan itu sendiri. Jadi kama merupakan dasar seseorang “berpacaran” dalam filsafat Hindu, dan berlanjut sampai pada penyatuan sesuai tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam konsep asrama.
Energi Cinta yang diarahkan dengan benar akan menjadi halus dan berbudaya. Volume energi cinta harus dibesarkan dan dikirim ke segala arah. Dikirim kepada sesama manusia, alam lingkungan, binatang, dan lain-lain. Mereka yang energi cinta dalam dirinya sudah penuh, otomatis akan menebar senyum kemana-mana. Dan senyum itu adalah senyum original dan otentik, bukan senyum professional yang dipasang dari jam 09.00-17.00.
Dengan demikian dia tidak luruh menjadi energi seks. Selanjutnya, energi yang sama bisa dipakai untuk menempuh perjalanan spiritual. Tentu dengan latihan lebih lanjut. Hal ini dapat dijelaskan bahwa energi seks tidak untuk dihamburkan menjawab kama atau nafsu. Tetapi ajaran Hindu tidak mengatur melalui larangan melainkan kesadaran. Membangun kesadaran lewat Maind set. Memang agak memakan waktu, tapi aman untuk jangka panjang. Karena tujuan akhir dari pendidikan dan pengasuhan adalah mengantar anak remaja memasuki tahap dewasa. Indikatornya adalah kesadaran pribadi yang mampu mengendalikan Kama (nafsu). Dan bukan sebaliknya, Kama menguasai atau mengendalikan diri.

E. Etika Berpacaran
Dalam kehidupan bersama setiap orang harus mengatur dirinya bertingkah laku tidak ada seorangpun boleh berbuat sekehendak hatinya, mereka masing-masing harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tunduk pada aturan bertingkah laku yang berlaku umum. Mereka hanya bebas berbuat dalam ikatan aturan tingkah laku yang baik. peraturan tingkah laku yang baik inilah disebut “Tata Susila”.
Jadi jelas bentuk pengendalian diri dalam pergaulan hidup bersama khususnya pergaulan yang lebih mendalam antara seorang pria dengan wanita yang berpacaran wajib mentaati etika atau tata susila agar tujuan yang ingin dicapai berjalan dengan baik. Petikan sloka-sloka dalam kitab suci Manawadharmasastra, Gautama Smṛti, maupun Kamasutra yang dapat dipedomani dalam rangka berpacaran, diantaranya, yaitu:
a. ” Vayasaḥ karmano’rthasya śṛutasyabhijanasya ca, vesavag buddhi sārupyaṁ ācāran vicarediha” - Hendaknya ia berjalan di dunia fana ini menyesuaikan pakaianya, kata-kata, dan pikiranya agar ia sesuai dengan umum, kedudukan, kekayaan, pelajaran sucinya, dan juga kebangsaannya. (Gautama Smṛti, IV 18).
b. ” Hendaknya bagian yang sensitive dari tubuh ini jangan diperlihatkan, karena itu akan merusak mental dari orang yang melihatnya.” (Kama Sutra.III.12)
c. ” Janganlah menulis, melagukan bagian tubuh yang sensitif selain untuk pasangannya, karena hal itu dapat merusak jalan darah dan pikiranmu.” (Kama Sutra.XII.9).
d. ” Nanjayantiṁ svake netre nā cabhyaktamanavṛtaṁ, nā prayet prasavanti ca tejaśkamo dvijottamaḥ” - Seseorang yang menginginkan keteguhan hati hendaknya tidak memandang wanita yang sedang bersolek, atau yang telah bersolek dengan menelanjangkan badannya, dan juga jangan melihat wanita yang sedang melahirkan. (Manavadharmasastra IV.44).
e. ”Tengkuk,buah dada, paha, dan betis wanita adalah kekuatannya ; sinar auranya akan hilang apabila diperlihatkan pada laki-laki di saat malam hari”.(Kama Sutra. VIII.7).
f. ” Upetya sṇātako vidvanneksenna gṇaṁ para ṣṭriyam sa rahasyaṁ ca samvadam para ṣṭrism vivarjayet.” - Bila ingin memiliki keteguhan hati dan kemasyuran janganlah menggauli wanita selain istri sendiri. Jangan bersenda gurau cabul dan menyentuh bagian rahasia dari isteri orang lain. Jauhilah perbuatan itu. ( Gautama Smṛti.IX.32).
g. ”Wanita mempunyai nafsu birahi yang mengalir. Janganlah mendekati wanita yang dengan sengaja pemperlihatkan bagian belakang (leher dan punggungnya) seperti ular kobra. Dia akan mematukmu dengan racun seks.” (Kama Sutra. XLVII. 8)
h. ” Patiṁ ya na bhicarati māṇo vagdena sangyati sa bhartṛlokaṁ apnoti sadbhiḥ sadviticocyate.” -Mereka yang selalu mengendalikan pikiran perkataan,dan tubuhnya tidak menyalahgunakan kehormatanya, akan mendapat tempat mulia, dan dialah disebut budiman/sadhu. (Manavadharmasastra.XI.29)

Ketentuan hukum dalam Hindu yang berkaitan dengan pacaran antara lain disebutkan di dalam kitab Manavadharmasastra dan Parasara Dharmasastra.
a. “paraṣṭriyam yo bhivadettir ihe ranye vanepi va, nadinam vapi sambhede sa saṁgrahanamāpnuyar” - Ia yang bergurau cabul dengan wanita lain di tempat suci (Tirtha), di tempat sunyi (hutan), di pertemuan dua sungai (tempat mandi) diancam dengan ancaman hukuman karena sangrahana. (Manavadharmasastra VII.356).
b. “Upācarakriya kelih, sparco bhusaṇa vasasan, saha khatvasanaṁ caiva sarvam saṁgrahanam smṛiam.” - Memberikan sesuatu yang merangsang wanita lain, bercanda cabul denganya, memegang busana dan hiasannya, serta duduk di tempat tidur dengannya adalah perbuatan yang (hukumnya) harus dianggap sama dengan berzinah. (Manavadharmasastra. VIII.357).
c. “Ṣṭriyam sprceda dece yah sprsto va marsayettaya parasparasyanumate sarvam saṁgrahanam smṛtam” - Bila seseorang menyentuh wanita lain pada bagian yang terlarang, atau membiarkan menyentuh bagian itu, walaupun semua perbuatan itu dilakukan dengan persetujuan bersama, haruslah dianggap berzinah. (Manavadharmasastra. VIII.358)
d. “Setelah menggauli (berbuat cabul) dengan wanita pelacur atau wanita jalang setiap orang dari semua Varna harus melaksanakan penebusan dosa prapatyam dan membayar denda atau sedekah dan berpuasa.” (Parasara Dharmasastra. X.5-9)
e. “Bila seseorang laki-laki dengan maksud menghina mencemari wanita dengan kekerasan, maka dua jari tangannya dipotong segera dan didenda sebesar enam ratus pana.” (Manavadharmasastra. VIII.367).

F. Tips Pacaran Sehat
Beberapa persyaratan pacaran agar sukses sampai ke jenjang pelaminan:
1. Walau cinta tidak mengenal batas, carilah pacar yang se-agama. Pacaran berbeda agama biasanya lebih sering akan memunculkan banyak masalah di kemudian hari.
2. Yang memiliki pacar berbeda agama, ingat.....Jangan gara-gara Doi – Doanya Berubah!
3. Dengan Mentaati aturan-aturan kesulitan dan aturan-aturan yang dituangkan dalam kitab suci dan norma-norma kepatutan yang berlaku umum.
4. Dapat mengendalikan diri, jangan bermain-main dengan KNPI
5. Harus terdapat persamaan tujuan yang dilandasi spiritual, belajar, berusaha, mendisiplinkan diri.
6. Penuh rasa kasih sayang dan saling mencintai secara tulus sampai ke lubuk hati yang terdalam.
7. Adanya keseimbangan, kecerdasan sosial, budaya, dan kepentingan serta lingkungan.
8. Dalam perjalanan pacaran perlu memupuk rasa rendah hati, saling isi mengisi, mengurangi rasa ego.
9. Pacaran adalah sebagai motivasi dalam meniti ilmu pengetahuan, maupun berkarier.
10. Jangan menyerahkan kehormatan diri dalam perjalanan pacaran, walaupun pada umumnya manusia itu SU NAH NA BI.
11. Lakukan meditasi secara teratur sehingga dapat menghaluskan energi kama menjadi energi cinta

G. Kesimpulan
Mengingat kecepatan perubahan gaya hidup di Indonesia sangat cepat, maka dirasa perlu meningkatkan peranan orang tua dalam tugas pokoknya sebagai pengasuh dan pendidik. Tidak mustahil, banyak orang tua yang kehilangan orientasi dalam menghadapi perubahan budaya yang tengah tejadi. Tidak usah malu-malu kita memperbaiki pola asuh, menyegarkan materi pengasuhan, serta meningkatkan komitmen untuk intens mengasuh putra-putrinya sendiri.
Pengasuhan dan pendidikan generasi muda adalah investasi untuk mencapai masa depan generasi yang berbudhi luhur, memiliki kesadaran Dharma yang tinggi, dan generasi yang bahagia, sejahtera dan sentosa. Pacaran sehat adalah tamasya yang berhak mereka lalui, agar mulus memasuki tahap dewasa. Berpacaran dalam kajian kitab suci Veda yang sangat ditekankan adalah menjaga etika dan mengendalikan diri untuk pacaran sukses ke jenjang pernikahan,inilah yang disebut pacaran sehat.

“ Gaya Hidup Sehat adalah melakukan kebiasaan baik untuk menciptakan hidup sehat setiap hari dan menghindari kebiasaan buruk yang mengganggu kesehatan dan kehidupan sosial”.

Tāmaso mā jyotir gamaya
Oṁ śāntiḥ śāntiḥ śāntiḥ Oṁ

1 comment: