Tuesday, March 10, 2009

MENCARI TUHAN YANG MAHA ESA


Oleh : I Wayan Sudarma (Shri Danu Dharma P.)

Jika saya tidak mencakupkan tangan untuk memujaMu, maka lebih baik saya tidak mempunyai tangan. Jika saya melihat benda dimana saya tidak melihat kehadiranMu baik secara langsung maupun tidak langsung maka lebih baik saya tidak mempunyai mata. Jika saya mendengar sebuah ujaran yang
secara langsung maupun tidak langsung menyebut namaMu, maka lebih baik saya tidak mempunyai daun telinga.Jika mulut saya mengucapkan sepatah kata yang tidak mangandung pujian untukMu maka lebih baik saya tidak punya lidah. Di dalam setiap kerdipan pikiranku terlihat cahayaMu,jika dalam
pikiranku ada cahaya yang tidak merupakan kerdipanMu maka hapuslah pikiranku, oh Tuhan Yang Maha Esa, namun datang dan bersemayamlah di dalam diriku.

Seorang atheis sesungguhnya juga mencari Tuhan Yang Maha Esa, namun ia tidak tahu Tuhan Yang Maha Esa yang dicarinya.Jika anda menyukai sebotol alkohol, anda berarti mencari Tuhan Yang Maha Esa. Bilamana anda marah dan frustasi, maka anda memuja Tuhan Yang Maha Esa. Bila anda membeli sebuah komik tentang Superman, sesungguhnya anda mencari figur yang lebih perkasa dari anda yakni, Tuhan Yang Maha Esa sendiri.Bila anda merenungkan masa-masa silammu guna mengobati penderitaan dan kepedihanmu, maka ada sesuatu dalam dirimu yang menghubungkanmu dengan Tuhan Yang Maha Esa. Jika anda keluar mencari, menggabungkan dan memadukan gerakan-gerakan badan anda dalam kelompok dansa secara kolektif, sesungguhnya anda mencari spirit kolektif yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Bila anda menggabungkan suara serulingmu ke dalam seperangkat gamelan yang ada di sekelilingmu, sesungguhnya anda menggabungkan kesadaran peribadi menjadi kesadaran totalitas, kesadaran super yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Inilah gambaran pencarian Tuhan Yang Maha Esa seorang atheis yang belum mengakui pencariannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga Tuhan Yang Maha Esa bagi seorang agnostis yang sesungguhnya tidak tahu apa Tuhan Yang Maha Esa itu ada atau tidak, namun ia mengakui adanya pencarian terhadap kebenaran. Memang sebelum Anda mencari Tuhan Yang Maha Esa Anda terlebih dahulu harus mencari kebenaran apakah benar Tuhan Yang Maha Esa itu eksis atau tidak. Sesungguhnya hal ini juga bagian dari perjalanan pencarian Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga Tuhan Yang Maha Esa bagi para intelektual,bagi para theologis dan para filsuf yang selalu berbicara memakai diksi yang sangat silektif, memakai istilah-istilah yang sangat lugas. Namun bila kemudian ia menjadi seorang kebaktian maka ia baru akan menyadari bahwa masalah eksistensi Tuhan Yang Maha Esa tidak sejelas pandangan murni seorang filsuf atau theologis.

Ada juga Tuhan Yang Maha Esa bagi para bhakta. Seorang yang sangat dekat dan sayang pada saya suatu ketika berkata pada saya seperti ini: "Jika saya merasa pilu dan ingin meraung-raung, apa yang harus saya lakukan terhadap kenyataan seperti ini?" Lalu saya jawab begini: "Dapatkah Anda merenungkan seorang suci dalam sejarah umat manusia atau seorang yang berjiwa besar baik di Timur maupun di Barat yang mampu memenuhi aspirasinya tanpa harus menangis keras-keras sebelum sampai pada realisasi Tuhan Yang Maha Esa?" Bagi sivilisasi atau keluarga tetesan air mata adalah
merupakan setru bagi Tuhan Yang Maha Esa. Jika anda ingin menangis jadikanlah perasaan menangismu wujud bhakti, suatu emosi yang dipersembahkan kepada Yang Maha Mulia. Mengapa
Anda menangisi sesamu? Mengapa anda menangisi bantal? Jika semua emosimu dipersembahkan kepada Kemahakuasaan maka akan berubah menjadi wujud bhakti. Para bhakta mengerti Tuhan
Yang Maha Esa sebagai Personal. Sekarang sampailah kita pada pandangan yang dianut oleh
filsafat Vedanta, di luar Tuhan Yang Maha Esa para atheis dan agnostis, di luar Tuhan Yang Maha Esa kaum intelektual dan orang-orang kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa yang bersifat transpersonal dan bukan Tuhan Yang Maha Esa yang bersifat personal. Kita harus mengerti Tuhan Yang Maha Esa
yang mempunyai sifat transpersonal dan transendental. Kita harus juga memahami Tuhan Yang Maha Esa yang bersifat imanen yang bersumber dari kesadaran kolektif semua alam raya ini.

Setiap orang mempunyai perasaan yang maya dalam kaitannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, yaitu perasaan yang sungguh ganjil. Ada bagian dari tubuh kita yang selalu mencari hal-hal yang lain. Mari kita tanya diri kita sendiri apakah pernah ada waktu dimana kita menstagnasikan pencarian dan
kita menyerah pasrah. Yang jelas kita selalu mencari jalan untuk sampai pada tujuan yang nun jauh di sana. Dalam yoga pencarian berakhir. Para pengikut ajaran yoga tidak menyatakan kepercayaan. Sebaliknya ia membersihkan pikirannya dan melihat Tuhan Yang Maha Esa hadir dalam dirinya. Dari ketiga tingkat pemujaan: stuti, prarthana dan upasana, ia berada pada tingkat terakhir. Apapun yang ia
katakan mengenai sifat-sifat Tuhan Yang Maha Esa semua berdasarkan pada pengalamannya merasakan kehadiranNya dalam dirinya. Dengan penuh keyakinan seorang yogin akan berkata:
"Saya telah melihat kehadiranNya dan Anda tentu juga bisa melihat dan merasakanNya sendiri."
Dalam mencoba berbicara dengan Tuhan Yang Maha Esa kita mungkin juga mengatakan bahwa mendeskripsikan sama dengan menghancurkan. Sama halnya dengan tingkat-tingkat kesadaran
yang lain, keadaan bawah sadar tidak dapat dideskripsikan sebab semua itu merupakan variasi dari satu kesadaran bawah sadar. Kualitas bijih mas sama dengan kualitas anting-anting atau cicin yang terbuat dari mas. Begitu juga halnya kualitas keadaan kesadaran bawah sadar sama juga dengan tingkat-tingkat kesadaran yang lain, walaupun keadaannya terbatas.

Kita punya pilihan. Kita bisa mulai membicarakan Tuhan Yang Maha Esa seolah-olah Beliau berada "di sini" atau jauh "di sana." Dewasa ini para theologis, para filsuf dan agamawan berbicara mengenai Tuhan Yang Maha Esa seolah-olah Beliau berada "di luar sana." Mereka menasehati manusia untuk
mencari, memuja, mendekati dan mencapai Tuhan Yang Maha. Tetapi bila anda pergi ke Gereja, ke Pura atau ke tempat-tempat suci lainnya untuk mencari Beliau, sesungguhnya anda secara literer tidak berada lebih dekat denganNya daripada anda hanyaduduk di bak mandi. Sepanjang menyangkut Tuhan Yang Maha Esa pada hakekatnya tidak ada bedanya antara mimbar dengan bak mandi. Perbedaannya hanya terletak pada keinsyafan dan kesadaran kita pada Tuhan Yang Maha Esa. Pada akhirnya di mana pun Anda dan saya duduk hanya merupakan satu realitas dan entitas yang sama. Bagi mereka yang ingin mempertimbangkan pertanyaan tentang sifat-sifat Tuhan Yang Maha Esa dan dimana Beliau dapat diketemu-kan dianjurkan membaca teks kuno yang disebut Maóðukya Upani?ad, salah satu dari sepuluh atau sebelas Upani?ad Utama. Teks tersebut panjangnya hanya satu setengah halaman yaitu merupakan Upani?ad terpendek namun merupakan pernyataan- pernyataan yang terpadat tentang Tuhan Yang Maha Esa. Teks ter-sebut merupakan penjelasan kata OM yang merupakan penggabungan tiga suara yaitu: A, U dan M.Menurut Mandukya Upani?ad, suara A mendeskripsikan satu level eksistensi, satu tingkat kesadaran – keterbangunan. Suara U mendeskripsikan level eksistensi atau kesadaran yang lain - mimpi. Sedangkan suara M mendeskripsikan level eksistensi dan kesadaran ketiga - tidur. Menurut teks dan tradisi setelah Anda mengucapkan bunyi OM, akan ada setengah
suku yang tak terucapkan, yaitu keadaan keempat – keadaan bawah sadar. Waktu yang diperlukan
untuk mempelajari ini lebih dari usia kita, bahkan ratusan tahun.

Di dalam buku-buku Upani?ad kita menemukan banyak paragraf tentang Tuhan Yang Maha dan yang paling terkenal adalah "Neti, Neti" yang artinya bukan ini bukan itu. Jadi untuk mengerti ketunggalan dalam artian tidak ada banyak kecuali "Saya" adalah dengan memahami Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam Upani?ad kita juga dapatkan kalimat-kalimat berikut:
Sarva? khalv-ida? brahma - Semua fenomena didunia adalah Brahman (Cha??ogya Upani?ad
III.14.7)
Ekam-evadvitiyam - Hanya ada satu Brahman tak ada yang kedua (Cha??ogya Upani?ad VI.2.1)
M?tyo? sa m?tyum apnoti Ya iha nameva pasyati – Ia berlalu dari kematian ke kematian seakan akan Ada banyak di dunia ini(Katha Upani?ad IV.10)
Bagaimana mungkin kita bisa mengerti hal ini selagi kita hidup di dunia dimana terjadi interaksi antara banyak fenomena? Tidak mungkin pikiran manusia yang tetap bersifat manusiawi mampu mengerti Tuhan Yang Maha Esa. Hanya pikiran Tuhan Yang Maha Esa yang dapat mengerti Tuhan Yang Maha Esa. Hanya pikiran manusia yang bebas dari sifat kemanusiaannya yang mampu berubah menjadi pikiran Tuhan Yang Maha Esa dan yang mampu mengerti pikiran Tuhan Yang Maha Esa. Selama Anda
masih mengklaim pikiranmu sendiri misalnya dengan mengatakan: Saya mempunyai individualitas, saya mempunyai pikiran dan saya mempunyai kepribadian sendiri, maka harapan Anda untuk memahami Tuhan Yang Maha akan sia-sia belaka. Dan jika Anda tidak bertujuan mengetahui Tuhan Yang Maha Esa maka saya rekomendasikan Anda untuk tidak hanya sekedar percayaiNya. Seorang yang percaya melalui pengetahuan harus mengatakan kepada orang lain yang percaya lewat ketidaktahuan hal ini: "Janganlah percaya pada Tuhan Yang Maha Esa sebab keyakinan yang didasari
ketidaktahuan telah menjadi penyebab terjadinya kekacauan dan perang. Oleh karena itu lebih baik tidak memiliki suatu keyakinan. Inilah sebabnya mengapa hal pertama yang disampaikan oleh seorang praktisi yoga kepada orang lain adalah: Janganlah percaya pada Tuhan Yang Maha Esa jika Anda
tidak memiliki hasrat untuk mengenalNya secara peribadi. Sebelum kita berbicara mengenai Tuhan Yang Maha Esa saya ada satu saran untuk Anda. Hilangkan semua prakonsepsi Anda detik ini. Bila saya mengucapkan kata Tuhan Yang Maha, apa artinya kata Tuhan Yang Maha Esa bagi Anda? Hilangkan pikiran semacam ini. Mulailah dengan pikiran yang jernih dan bersih. Mulailah dengan keadaan yang mutlak jelas dari sekarang dan untuk selamanya.

Saya dilahirkan di India dalam lingkungan masyarakat yang memiliki interpretasi tersendiri mengenai Tuhan Yang Maha. Beberapa tahun kemudian, setelah saya menghabiskan seluruh waktu hidup saya untuk bekerja bersama anggota masyarakat, saya mengirim surat pengunduran diri pada mereka. Ketika
terakhir kali saya pulang ke India saya bertemu dengan banyak kolega lama dan mereka bertanya kepada saya: Apakah Anda tidak lagi mempunyai pandangan yang sama mengenai eksistensi Tuhan Yang Maha Esa? Anda tidak menerima keyakinan kita sebagai suatu kebenaran? Pertanyaan ini saya
jawab begini: Kali ini, dari mana saya sekarang, saya hanya percaya pada ketidaktahuan saya. Saya tidak dapat membuat pernyataan mengenai Tuhan Yang Maha Esa. Kapan saya mempunyai realisasi totalitas terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kapan saya mempunyai pengetahuan yang komplit mengenai Tuhan Yang Maha Esa saat itu saya akan beritahu Anda apa kepercayaan saya. Tetapi masalahnya adalah: Sivam na janami katham vadami Sivan ca janami katham vadami - Saya tidak tahu Tuhan Yang Maha Esa; bagaimana saya membicarakanNya? Saya tahu Tuhan Yang Maha; bagaimana saya membicarakanNya?

Berapa dari mereka yang berdiri di podium mempunyai hak untuk berbicara mengenai Tuhan Yang Maha Esa? Bila Anda tidak mengenal Tuhan Yang Maha Esa Anda tentu tidak punya hak untuk membicarakanNya. Sebaliknya, jika kita memiliki pengetahuan pribadi mengenai Tuhan Yang Maha Esa, maka tidak ada jalan untuk membicarakanNya. Tidak ada kata yang mampu mengekspresikan realitas Tuhan Yang Maha Esa, pengetahuan Tuhan Yang Maha dan pengalaman Tuhan Yang Maha Esa yang melitas di pikiranmu bagaikan gelombang samudra. Anda tidak mampu memiliki memori tentang eksistensi terdahulu. Satu-satunya hal yang dapat Anda lakukan dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa adalah mempersembahkan diri Anda pada pengetahuan dan kebenaran dan pada pengetahuan kebenaran itu sendiri. Memang sudah merupakan realitas hidup bahwa anda ingin
mengetahui apa artinya mengenal Tuhan Yang Maha Esa. Jika Anda ingin mengungkapkan kebenaran Tuhan Yang Maha Esa maka persembahkan diri Anda demi pengetahuan kebenaran. Apakah ada keadaan seperti ini? Apakah Anda manusia yang setelah mengenalNya, maka ia tidak punya keinginan yang lain lagi? Apakah ada suatu keadaan di mana semua kehendak terpenuhi? Bila tidak ada tujuan maka tidak ada lagi yang perlu dicari, tidak ada sensasi lain? Apakah ada suatu keadaan dimana tidak ada keinginan, tidak ada yang tertinggal, suatu keadaan dimana terwujud kesempurnaan kesadaran Anda akan semua keinginan dan kehendak? Apakah keadaan seperti ini eksis? Motif kita harus juga jelas dalam mengejar inkuiri semacam ini. Mengapa Anda mengucapkan kata-kata ini? Mengapa Anda
membaca buku ini? Apa yang mendorong Anda membaca buku mengenai Tuhan Yang Maha? Apa hubungan Anda dengan inkuiri seperti ini? Apakah Anda hanya terdorong semata-mata oleh rasa keingintahuan apa realitas seperti ini benar eksis? Pertanyaan kedua ialah: Seberapa banyak Anda ingin
mengetahui realitas seperti ini? Kita akan berbicara mengenai Tuhan Yang Maha Esa nanti.

Sekarang marilah kita bicarakan mengenai diri kita sendiri. Berapa banyak Anda ingin mengetahui realitas ini? Apakah Anda sungguh-sungguh ingin mengetahuinya? Jika begitu, Anda perlu memutar semua saluran zat hidupmu sedemikian rupa, sedemikian arah sehingga semua tindakan dan sensasimu akan menjadi alat atau sarana untuk merealisasikan kebenaran itu. Tidak mungkin mengetahui Tuhan Yang Maha Esa tanpa pencelupan yang bersifat totalitas. Anda tidak bisa setengah berada di dunia maya ini dan setengah lagi di dunia Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Maha Esa itu adalah suatu
totalitas. Tuhan Yang Maha Esa itu absolutisme. Apapun totalitas dan kemutlakan itu sebelum Anda mencelupkan diri secara totalitas dalam inkuiri terhadap Tuhan Yang Maha Esa maka tidak akan ada jalan untuk mengetahuiNya.Bila setiap kerinduan dalam kehidupanmu adalah kerinduan untuk mengetahui kebenaran, bila setiap pengalaman dengan ujung-ujung jarimu diinterpretasikan dalam kaitannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, bila setiap suap makanan yang anda masukan ke mulutmu diinterpretasikan sebagai persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bila setiap pelukan kepada orang
lain dalam pikiranmu seolah-olah dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bila setiap Anda belok kiri dan belok kanan menuju Tuhan Yang Maha Esa, bila setiap Anda naik dan turun juga menuju Tuhan Yang Maha Esa, bila Anda secara sempurna mencelupkan diri dalam inkuiri ini, maka baru ada harapan bagi Anda untuk mengetahuiNya. Sebelum semua hal ini bisa Anda lakukan maka inkuiri Anda terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak akan terwujud. Anda hanya main-main dengan kilasan pikiran manusia yang sangat terbatas dalam ruang, waktu dan kausasi.

Apakah Anda kira nama Tuhan Yang Maha Esa itu hanya terdiri lima rangkaian huruf T-U-H-A-N? Sebenarnya tidak ada nama seperti itu. Dalam pengalaman dengan Tuhan Yang Maha Esa maka tidak akan ada nama- nama, tidak akan ada kata-kata yang dapat melukiskanNya. Karena itu, jika Anda berpikir bahwa kata Tuhan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Maha, maka dengan mengucapkan kata gula, gula, gula, Anda tentu akan dapat merasakan rasa manis di mulut atau bibirmu dan tentunyatidak perlu lagi membubuhkan gula pada tehmu. Yang perlu Andalakukan adalah mengucapkan japa mantra kata gula di atas tehmu, dan tehmu akan menjadi manis! Jika hanya dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa berulang kali, Anda berpikir akan menemui Tuhan Yang Maha Esa, tentu Anda juga
tidak perlu mengisi garam pada supmu,sebab dengan mengucapkan kata garam, Anda akan mampu menjadikan supmu terasa asin! Mereka yang telah mengenal Tuhan Yang Maha Esa karena mereka sudah mengenaliNya lewat pencelupan yang totalitas. Berikut ini adalah mantra yang sering dinyanyikan oleh seorang yogin. “Anda adalah Jiwaku, Oh Siva. Kepintaranku adalah istriMu. Nafas ini adalah pembantuMu. Badan ini adalah puraMu. Setiap sensasi yang saya terima lewat panca indra
Adalah persembahan untuk memujaMu. Membuka mataku adalah membakar lilin di depan altarMu. Mendengarkan suara dengan sebelah telingaku adalah membunyikan bel pura. Tidurku adalah meditasimu yang kekal abadi. Setiap langkahku adalah prosesi mengelilingi altarMu. Setiap patah kata yang saya ucapkan adalah lagu pujian. Setiap tindakanku adalah persembahan untukMu”. Kalimat-kalimat di atas seharusnya tidak terpisahkan dari hidup, sebab hanya bila setiap nafas merupakan pengulanagn pikiran Tuhan Yang Maha Esa, hanya jika anda menyadari bahwa setiap sensasi berasal dari sumber yang satu itu, maka baru Anda akan menjadi bhakta Tuhan Yang Maha Esa dan tentu akan
mampu bersua denganNya. Setiap orang yang telah mengenal Tuhan Yang Maha Esa, ia pasti mengenalNya lewat pencelupan totalitas.

Pernyataan terbesar mengenai Tuhan Yang Maha Esa adalah keheningan - keheningan dalam kata-kata dan keheningan dalam pikiran. Bila pikiran kita hening secara totalitas itulah nama Tuhan Yang Maha Esa. Jika dalam pikiran tidak ada keinsyafan akan benda-benda, orang, pengalaman, relasi, memori, kesan yang terbatas dalam waktu, ruang dan sikuensi - bila pikiran secara totalitas dan mutlak terbebas, tak terkontaminasi dari semua hal ini, maka keadaan seperti itu tak bernama, tanpa bentuk, tanpa kata-kata, tidak dapat dilukiskan - itulah nama Tuhan Yang Maha Esa. Bila Anda mengucapkan kata Tuhan Yang Maha Esa, maka suara yang Anda hasilkan dibatasi oleh ruang dan sikuensi. Hal ini tentu tidak merupakan nama Tuhan Yang Maha Esa. Hanya jika kesadaran telah menembus semua batasan rintangan dan demarkasi maka Anda baru akan sampai pada Tuhan Yang Maha Esa. Ambil satu pengalaman dalam hidupmu, sensasi yang Anda miliki detik ini. Berapa banyak sensasi yang Anda miliki saat ini? Namai semua sensasi tersebut dalam pikiranmu. Apapun bentuk pengalaman, pikiran dan kejadian yang ada dalam pikiranmu akan dibatasi oleh waktu, ruang dan sikuensi.

Mampukah Anda keluar dari keterbatan tersebut? Mampukah Anda merobahnya? Dapatkah Anda melakukan sesuatu yang tidak dibatasi oleh waktu, ruang dan sikuensi? Ada baiknya Anda renungkan kemungkinan ini. Misalnya, ambilah pengalamanmu, kata-kata yang Anda dengarkan, pemikiran yang muncul dalam pikiranmu, kesadaran tentang badanmu, tentang panca indramu atau pikiranmu. Dalam semua bentuk pengalaman dan kesadaran ini, apakah Anda menemukan sesuatu yang tidak terbatasi oleh waktu, ruang, sikuensi atau kausasi? Jika tidak, maka istirahatlah, hentikanlah dan pindahlah pada hal yang lain. Bila Anda pindah ke sesuatu yang lain, Anda harus juga mencermatinya. Apakah Anda mendapatkan sesuatu yang terbebas dari batasan waktu, ruang, sikuensi dan kausasi? Jika ya, berarti Anda telah memasuki tingkat kesadaran tertinggi. Namum sebaliknya jika Anda masih mendapatkan sesuatu yang dibatasi oleh waktu, ruang, sikuensi dan kausasi, sebenarnya Anda masih jauh dari jangkauan kesadaran Tuhan Yang Maha Esa. Lantas dimana kesadaran Tuhan Yang Maha Esa? Bagaimana Anda bisa menenangkan pikiran anda secara totalitas dalam artian tidak ada sesuatu yang berdimensi waktu, ruang, sikuensi dan kausasi bisa terjadi dalam alam pikiranmu? Berapa kali dalam
hidupmu Anda pernah mendekati atau hanya menyentuk pengalaman tentang realitas yang tak belenggu? Bila Anda sudah sampai pada keadaan seperti ini, berarti Anda telah datang mendekati Tuhan Yang Maha Esa.

Banyak manusia sembahyang hanya dengan berdasarkan keyakinan, tanpa mengetahui untuk apa mereka sembahyang. Bahkan ada orang sembahyang tanpa keyakinan. Jika Anda sembahyang Anda ingin mencapai sesuatu yang nun jauh di "sana." Dalam kesadaran Tuhan Yang Maha Esa tidak ada
"jalan", tidak ada pencapaian. Tidak ada yang di "sana", semua di sini dimanpun anda berada. Jadi jika Anda berpikir harus pergi mencari Tuhan Yang Maha Esa berarti Tuhan Yang Maha Esa jauh dari tempat Anda berada. Pikiran seperti ini harus dibuang.Gerakan menuju Tuhan Yang Maha Esa bukan
menunjuk ke arah keluar yang Anda bisa tujuk dengan ujung jari naik turun atau di luar dan di dalam. Orang yang mempraktekan meditasi mengatakan bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu ada di dalam (within). Pernyataan seperti ini juga tidak lengkap sebab kita hidup dalam dunia yang berlawanan. Bila
kita mengatakan "within" di suatu tempat pada otak belakang kita mendengar "tidak tanpa." Bila kita mengatakan "inside" maka di suatu tempat di otak belakang kita mendengar "tidak di luar." Semua ini salah. Tidak di atas atau di bawah, tidak di luar atau di dalam, tidak di sana atau di sini, tak satu dari konsep ini berlaku bagi Tuhan Yang Maha Esa. Itulah sebabnya jika kita ingin mulai mempelajari tentang Tuhan Yang Maha Esa, maka hal pertama yang kita harus lakukan adalah membuang jauh-jauh semua pemikiran kita tentang Tuhan Yang Maha Esa. Apakah Anda merasakan sesuatu yang melintas dalam pikiranmu tatkala Anda mengucapkan kata Tuhan Yang Maha Esa? Hilangkanlah! Jika ada setangkai bunga karang mengapung di laut, di manakah laut itu berada dalam kaitannya dengan karang
tersebut? Ke arah manakah bunga karangitu akan pergi mencari laut? Ke dalam atau ke luar? Akankah ia pergi pada bunga karang yang lebih besar dan bertanya: "Guru" dimana laut itu? Akankah guru bunga karang berkata pada murid bunga karang: Nah, lihat ke dalam dan jangan ke luar, di atasmu
dan bukan di bawahmu, di sekitarmu tetapi bukan di dalam dirimu? Apakah sifat dari kesadaran keseluruhan laut? Dan dengan pikiran laut macam apa, bunga karang harus mulai? Ada sebuah cerita di India tentang seekor kodok yang berasal dari sebuah danau besar yang disebut Lake Superior. Suatu ketika ia pergi ke negara agraris dimana ada banyak sapi. Bilamana sapi-sapi berjalan maka bekas-bekas injakannya akan tetap berlubang dan di musim hujan lubang-lubang bekas injakan sapi tersebut digenangi air. Seekor berudu dilahirkan di lubang tersebut. Suatu saat katak yang lahir dan hidup di lubang-lubang bekas injakan sapi bertemu dengan kodok dari Lake Superior dan bertanya sebagai berikut: Dari mana asal anda? Saya tinggal di Lake Superior. Dimana Lake Superior itu? Oh, jauh di seberang sana. Apakah anda punya banyak air di sana? Tentu, kami punyai air yang cukup banyak di sana. Adakah Lake Superior sebesar lubang ini? Sebesar lubang ini? Apa yang anda maksudkan, berudu? Tentu jauh lebih besar dari lubang ini. Lebih besar dari lubang-lubang ini? Ya.Kemudian berudu melompat dari satu lubang ke lubang yang lainnya seraya bertanya: Ada sebesar ini? Bisa saya
melompati Lake Superior! Tidak, tidak, tidak, bukan dari sini ke sana. Lake Superior jauh sekali lebih besar. Berudu terus melompat-lompat dari satu lubang ke lubang yang lainnya sampai sepuluh kali lalu bertanya: Ada sebesar dan selebar lompatan saya ini? Sebesar lompatanmu sebanyak sepuluh kali tadi? Tidak, itu tidak ada artinya. Jadi anda ini pembohong, kodok. Tempat sebesar itu tak mungkin eksis.
Ini berarti bahwa, pertama kita perlu mengklarifikasi motif kita dalam mencari Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, kita perlu menghilangkan impresi pikiran kita yang menyangkut Tuhan Yang Maha Esa. Semua saran yang saya kemukakan mengenai Tuhan Yang Maha Esa adalah palsu. Setiap proposisi yang saya
buat mengenai Tuhan Yang Maha Esa tidak lengkap. Setiap ujaran tentang Tuhan Yang Maha Esa kurang bermakna. Tidak inti sari dalam usaha kita membaca buku tentang Tuhan Yang Maha Esa secara terus menerus. Satu-satunya poin adalah membersihkan pikiran dengan bertanya: Apa yang saya inginkan? Apakah saya ingin mengenal Tuhan Yang Maha Esa? Seandainya Anda ingin mengetahui Tuhan Yang Maha Esa, maka anda tidak usah membaca buku tentang Tuhan Yang Maha Esa.
Jika Tuhan Yang Maha Esa itu ada dalam dirimu dan Anda berkeinginan untuk mengenalNya maka Anda harus mulai dengan pencelupan yang totalitas dalam inkuiri ini. Anda harus memandang setiap benda dengan memfungsikan mata kepalamu seperti mata Tuhan Yang Maha Esa. Dalam membuat
dan mengambil setiap keputusan yang anda akan pedomani dalam hidup ini Anda harus bertanya: Apakah pilihan ini kondisif dengan pencarian saya terhadap Tuhan Yang Maha Esa? Jika saya mengambil pilihan ini, akankah pilihan ini mengantarkan saya secara langsung atau tidak langsung mendekati pengetahuan Tuhan Yang Maha Esa. Jika saya membuat pilihan semacam ini, apa gerangan rintangan yang menghambat jalan saya mengenal Tuhan Yang Maha Esa? Jika Anda ingin memandang
hidup anda dari perspektif seperti ini maka pikiran Anda harus sudah determinen untuk menjalani inkuiri tentang Tuhan Yang Maha Esa. Banyak manusia belum membuat keputusan semacam ini. Mereka nampaknya sering hanya memberikan satu jam dalam seminggunya untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa dan selebihnya mereka tidak tertarik dan ingat lagi denganNya. Saya akan mengkaji dan mencermati konsep yoga Tuhan Yang Maha Esa dari sudut pandangan filsafat vedanta yang berarti
akhir kebijaksanaan. Sebab dimana kebijaksanaan berakhir, di sana Tuhan Yang Maha Esa mulai. Misalnya, dalam buku-buku Upani?ad ada banyak pernyataan seperti: Seorang harus mengetahui bahwa ada dua cabang pengetahuan yaitu, pengetahuan tentang pantai ini dan pengetahuan tentang
pantai yang satunya lagi. Ponetik, ritual, tata bahasa, etimologi, astronomi, Rig Veda, Yajur Veda, Sama Veda dan Atharva Veda adalah merupakan teks yang suci dan pengetahuan intektual tentang pantai ini. Tetapi para vidya, pengetahuan tertinggi, adalah pengetahuan yang mengupas satu suku kata yang bersifat abadi, yaitu suku kata OM. Huruf O melambangkan suara semua kemunculan sedangkan huruf M melambangkan keheningan - semua kembali pada asal mula. Eksponen terbesar dari filsafat Vedanta adalah Shankara atau yang terkenal dengan sebutan Shankaracharya. Acharya adalah gelar yang diberikan kepada orang berpengatahuan atau ajaran orisinil yang sangat tinggi. Kemunculan Filsafat
Vedanta sama dengan jaman Vedas yaitu sekitar lima belas atau abad sebelum masehi. Upani?ad yang muncul antara abad ketiga belas dan abad keenam sebelum masehi merupakan ekposisi dari kebenaran kitab suci Veda. Kemudian sekitar abad kedelapan setelah masehi, Shankara menghidupkan dan merumuskan kembali pengetahuan mengenai realitas ke dalam kategori yang jelas. Oleh para guru di jaman itu pengetahuan mengenai realitas ini disebut Brahman. Untuk selanjutnya tradisi semacam ini lebih dikenal dengan sebutan Vedanta. Dalam Vedanta kata tertinggi untuk menyebut Tuhan Yang Maha
Esa adalah OM dan kata yang sedikit lebih rendah dari kata Om adalah Brahman. Namun semua pernyataan tidak lengkap termasuk kata Om dan Brahman. Dalam tradisi Vedanta juga dikenal adanya empat Mahavakyas atau kalimat-kalimat atau ungkapan yang biasanya diberikan kepada para rahib untuk dikontemplasi seperti mantra. Kata kontemplasi di sini artinya kurang lebih sama dengan kata meditasi.

Adapun keempat kalimat mulia ter-sebut: Tat tvam asi - Aku adalah engkau Aha? brahma-asmi - Saya adalah Brahman Prajñana? brahma - Brahman merupakan kesadaran murni Ayam Atma brahma - Jiwa ini sama dengan Brahman Kata Brahman hendaknya jangan diterjemahkan dengan kata Tuhan Yang Maha Esa sebab menurut `Vedanta fenomena alam semester ini yang manifes berjenis-jenis pada realitasnya tidak dibedakan dengan Brahman. Namun untuk mengenal hal ini maka rasa ego itu harus dienyahkan sehingga jiwa-atman yang bersemanyam setiap orang akan menyatu dengan Paramatman.
Tugas guru adalah mengingatkan pencari kebenaran bahwa Brahman itu adalah engkau sampai akhirnya melalui kontemplasi ia akan menemukan Paramatman di dalam diri dan berkata: Saya itu; semua Tuhan Yang Maha Esa, dan saya Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi dengan ungkapan "Saya" adalah Tuhan Yang Maha Esa? Kata "Saya" yang mengatakan "mata saya dan telinga saya?" Kata "Saya" yang mengatakan "Saya laki-laki" atau "Saya perempuan?" Jika Anda mengatakan "Saya laki-laki" atau "Saya perempuan" Anda tidak bisa mengatakan "Saya Tuhan Yang Maha Esa." Jika Anda mengatakan "Saya Jhon," Anda juga tidak bisa langsung mengatakan "Saya Tuhan Yang Maha Esa." Jika Anda
mengatakan "Saya Orang India," atau "Saya orang Amerika," Anda juga tidak bisa mengatakan "Saya Tuhan Yang Maha Esa." Untuk mengetahui dan mengatakan "Saya adalah Tuhan Yang Maha Esa," maka kesadaran mengenai "Saya laki-laki, saya perempuan, saya manusia, saya daging, saya badan, saya pikiran, saya Jhon, saya orang India dan saya orang Amerika," harus berakhir. Semua bentuk uphadis atau kondisi yang keliru atau penyebutan yang salah yang Anda telah berikan pada Tuhan Yang Maha Esa merintangi Anda untuk mengenal Tuhan Yang Maha Esa yang sebenarnya adalah dirimu.

Dalam proses meditasi tatkala seorang meditator menyatukan kesadarannya dengan atman, sang diri, maka tujuannya adalah menjauhkan diri dari segala kondisi yang keliru, semua bentuk lapisan pembatas. Misalnya, ketika Anda melakukan meditasi, jauhkanlah pikiranmu dari semua bentuk lapisan
pembatas. Apa yang terjadi? Biasanya pikiran Anda akan mengambil kontemplasi. Kontemplasi merupakan alam pikiran. Bila Anda memandang tembok, lalu apa yang terjadi pada pikiranmu? Pikiranmu akan mengambil wujud tembok. Jika tidak demikian halnya Anda tentu tidak mampu mengalami tembok sebagai tembok. Bila Anda menatapi tanganmu, maka pengalaman tangan akan terbawa ke dalam pikiranmu. Ini artinya pikiran Anda saat itu mengambil bentuk, sifat, pengalaman mengenai tangan. Semua bentuk pengalaman pikiran terbentuk dari proses internalisasi sesuatu yang eksternal dan segala hal eksternal yang dialami menjadi pikiran. Jadi kalau Anda secara konstan menginternalisasi semua bentuk pengalaman ini, maka Anda berpikir bahwa Anda mengalami tembok atau tangan. Apa yang sebenarnya terjadi Anda, sang diri, mengamati pikiran yang telah mengambil
nama, rupa dan bentuk tembok. Anda - sang diri yang suci, saksi, yang tak ternodai, atman yang tak tersntuh - mengamati pikiran. Tidak hal lain yang Anda pernah alami dalam hidup ini. Anda mengira dan merasa memeluk seorang wanita atau seorang pria. Itu palsu. Tidak mungkin! Sesungguhnya Anda, sang diri, yang sedang mengamati pikiran mengambil rupa pelukan dan memihak pada pelukan tersebut. Apapun yang terjadi di luar sesungguhnya terjadi pada pikiran dan melalui pikiran. Kalau tidak demikian maka tidak akan terjadi pelukan atau sentuhan Tuhan Yang Maha Esa . Jika Anda jauhkan pikiranmu dari jari-jarimu, apakah ada sentuhan Tuhan Yang Maha Esa ? Anda duduk becakap-cakap dengan seseorang, dan semua perbincangan jatuh pada telingamu, namun pikiranmu ada jauh di tempat lain. Apa yang terjadi? Anyata-mana abhunam nadarsam - Pikiranku di tempat lain; saya tidak mendengar. Anyata-mana abhunam nasrusam - Pikiranku di tempat lain; saya tidak melihat apa yang
sedang terjadi. Manasaivayam pasayati manana s?noti – Dengan pikiranlah seorang melihat atau mendengar. Seorang tukang emas sibuk mengerjakan salah satu model perhiasan perak. Prosesi kerajaan lewat, dan orang-orang kerajaan berkata, "Orang macam apa kamu tukang emas? Berdiri! Tidakkah Anda punya rasa hormat pada sang raja yang sedang melewati jalan? Setiap orang berdiri dan tundukan kepala! Lalu tukang emas berkata, "Raja mana?" "Raja yang mana?" Raja dunia yang baru lewat. Anda merasa berada di mana?" "Saya mengerjakan pekerjaan saya. Saya tidak tahu prosesi
kerajaan lewat. Anyata-mana abhuvam napshyam. Pikiranku di tempat lain. Saya tidak melihat. Pikiranku ada di tempat lain. Saya tidak mendengar. Jadi hanya dengan pikiran Anda melihat. Hanya dengan pikiran Anda mendengar. Apapun bentuk dan rupa yang lewat di jalanmu akan menyentuh indramu, dan semua impresi masuk dalam pikiran. Adalah pikiran yang paling dekat dengan Anda yaitu atman, sang diri. Anda dalam wujud atman, mengamati pikiran yang mengambil berbagai rupa
dan bentuk termasuk jarak, warna, perasaan, sensasi, memori dan bentuk penggabungan yang lain. Anda berpikir melihatnya terjadi semua di luar badan! Cobalah pahami prinsip ini dulu karena sungguh sangat imperatif. Jadi bilamana Anda menjauhkan pikiran dari kesadaran obyek, apa yang sebenarnya Anda lakukan? Anda hanya mengelu-pas lapisan dinding terluar dari tembok yang membelenggu atman. Kami katakan, "Tariklah pikiranmu dari semua tempat yang lain dan sadarilah tempat Anda sekarang berada. Tariklah semua pikiranmu dari semua ruang yang lain dan sadarilah ruang yang ditempati badan Anda sekarang. Ini artinya Anda memindahkan lapisan yang paling luar. Kemudian secara perlahan-lahan Anda akan mengurangi lapisan kedua yaitu, kesadaran badanmu. Kemudian lanjut pada lapisan ketiga, yaitu kesadaran nafasmu, lapisan keempat yaitu, kesadaran pikiran, dan lapisan kesadaran kelima yaitu pikiran bawah sadar, dan seterusnya sampai Anda menembus bagian lapisan terdalam. Pada saat itulah pikiran mulai melihat bayangannya sendiri, namun belum melihat Atman, Sang diri. Jadi kita perlu membebaskan diri dari uphadis, belenggu lapisan pembatas yang telah kita tempatkan pada Brahman yang satu adanya. Sarvam khalv-idam brahma: Tidak ada "banyak" di
sini. Tidak ada "Saya" dan "Kamu". Hanya ada atman, sang diri. Berapa banyak laut ada dalam tubuh seribu bunga karang yang mengapung di lautan? Hanya satu dan tidak ada yang lain. Menurut Upani?ad, kalau tidak ada yang lainnya maka, tidak ada ketakutan dan penderitaan. Bilamana seorang melihat sang diri bersemanyam di semua bentuk kehidupan dan semua kehidup-an dalam atman, maka tidak ada lagi penderitaan, tidak ada lagi agitasi, dan tidak ada lagi khayalan. Sang Diri ini adalah Brahman. Ayam-atma brahma. Di dunia maya ini kita dihadapkan pada masalah ketidak-tahuan. Seluruh alam semesta yang kelihatan berjenis-jenis ini adalah merupakan satu kesatuan yang ekspansif, satu Brahman yang tak terbatas. Tidak ada yang lain - tidak ada tirai, tidak ada tembok, tidak ada rupa dan
bentuk. Semua ini hanya ibarat ombak dan gelombang yang menampakan diri dalam satu Kehidupan. Yang menjadi permasalahan, kalau semua ini benar mengapa saya tidak mengetahuinya? Sebab saya kurang pengetahuan sejati mengenai diriNya. Kapan pengetahuan sejati itu saya miliki, di kala itu Sang Diri adalah Brahman. Namun hal ini tidak berarti bahwa dalam menjalani kese-harian kehidupanmu Anda tidak mematuhi sifat-sifat dunia maya yang normal. Ada cerita seorang murid yang telah mempelajari teks Vedanta dari gurunya di sebuah Ashram selama dua belas tahun. Ia betul-betul telah menguasai filsafat dan logika Vedanta dan secara totalitas telah mencelupkan diri dalam pengetahuan Brahman. Pada suatu saat sang guru menyuruh si murid pergi ke kota untuk pertama kali dalam hidupnya guna menghadapi hiruk pikuk, kebisingan dan kegegeran. Setelah sampai di kota tujuan, gajah sang raja sedang diarak dalam keadaan marah dan ngamuk, dan orang yang menungganginya telah berusaha mengendalikannya seraya berteriak-teriak memperingatkan setiap orang yang lalu
lalang di jalanan. Hati-hati! Minggir-minggir! Awas-awas! Tetapi sang brahmacari karena telah mempelajari semua filsafat Vedanta dan tahu semua adalah Brahman, berpikirsejenak, "Saya Brahman. Gajah Brahman. Bagaimana mungkin Brahman melukai Brahman?" Ia sendirian terus berjalan sambil
berkontemplasi dan mengucapkan kalimat "Sarvam khavidam Brahma - semua ini Brahman." Gajah yang sedang marah dan ngamuk tersebut memukul si brahmacari dengan belalainya dengan sangat keras sampai jatuh di pinggir jalan dan terluka. Ia bangun dan mengoyang-goyangkan badannya, dan
sang guru yang menyaksikan dari atas tiba-tiba saja berdiri di sampingnya. Lalu sang murid berkata, Guru yang telah mengajarkan bahwa semua yang ada ini Brahman. Bagaimana bisa terjadi Brahman melukai Brahman? Sudah tentu, jawab sang guru, "Brahman tidak dapat mencederai Brahman." Tetapi
bukan-kah orang yang menunggangi gajah tadi telah memperingatkanmu untuk hati-hati dan minggir. Kenapa Anda tidak mendengarnya "Brahman?"

Jadi jelas realitas empiris jagad raya tidak bisa dimungkiri. Selama Anda berada di dunia ini, saudaramu adalah saudaramu, suamimu adalah suamimu, istrimu adalah istrimu, dan nilai-nilai dari realitas yang beragam sekali tingkatan-nya tidak dapat dipertukarkan karena realitas tersebut eksis tingkat kesadarannya sendiri. Banyak orang berpendapat bahwa kesadaran seseorang eksis pada tingkat
kesadaran dunia. Hal itu mungkin ada benarnya. Tetapi filsafat Vedanta mengajarkan kepada kita bahwa realitas dunia eksis pada tingkat kesadaranmu. Dus dimana kesadaranmu, di sana juga sistem nilai yang cocok buat Anda. Nilai-nilai dari satu tingkat kesadaran tidak dapat disilangkan dengan nilai-nilai dari tingkatan yang lainnya. Tatkala seorang yogi bergerak dari satu tingkatan kesadaran ke tingkat kesadaran yang lain, ia menemukan berbagai emanasi Tuhan Yang Maha Esa sebagai realitas pikiran dan kesadaran. Apapun yang ia pernah dengar dikatakan oleh orang-orang suci dan teks sekarang ia uji melalui proses pikiran dan pengalaman kesadaran Tuhan Yang Maha Esa. Sebelumnya ia hanya percaya, sekarang ia betul-betul mengetahuinya.
----------------------------------------------
*Tulisan ini diterjemahkan dari salah satu bagian buku yang berjudul GOD oleh
Dr.Pandit Usharbudh Arya, D.Litt,The Himalayan
International Institute of Yoga and
Philosophy, Honesdale, Pennsylvania, Amerika, 1985.

======= "sampaikan kebenaran dengan cara
menyenangkan jangan menyenangi ketidakbenaran walau
itu menyenangkan" =======

No comments:

Post a Comment