Wednesday, March 11, 2009

Susunan Tata Surya Menjadi Nama-nama Hari


Oleh : Shri Danu D.P. (I Wayan Sudarma)



Sesuatu yang ada berarti pernah tercipta sebenarnya bersifat maya atau tidak kekal. Segala ciptaan akan mengalami proses Trikona yaitu: Upeti, Sthiti dan Pralina. Hukum alam berlaku untuk keseluruhan baik pada Bhuawana Agung maupun Bhuwana Alit kecuali Sang Hyang Widhi. Oleh sebab itu Bhuwana Agung (alam semesta) inipun akan mengalami Upeti, Sthiti dan Peralina dengan istilah lain yaitu Sanghita, Swastika, Pralaya. Bhuwana Alit (manusia) dalam berlangsungnya kehidupan memiliki umur terbatas ada yang pendek ada yang lebih panjang. Bagi alam besar, satu kehidupan itu dengan Pralaya, setelah itu timbul Sanghita, kemudian ada Swastika seperti sekarang ini.

Pralaya artinya hancur, cerai berai, dari ikatan golongannya sendiri seluruh alam. Pralaya itu datang setelah berakhirnya Swastika-kalpa. Satu kalpa sama dengan satu tahun Brahma (Tuhan) yaitu dihitung + 432 juta tahun dunia Maha Kalpa umurnya + 311.040.000.000.000 tahun. Saat Pralaya yaitu terjadi setelah berakhirnya Swastika Kalpa, maka api yang berkumpul merupakan matahari itu kian hancur ikatannya lalu terlepas menyebar keseluruh ruangan alam besar. Oleh karena itu terjadilah udara panas di ruangan alam besar ini, makin lama makin naik panasnya, sehingga yang pernah
tercipta hancur menjadi uap atau kabut. Api matahari terus menerus memancar
keruangan alam sehingga habis atau hilang wujut matahari itu, panasnya terus
menerus naik menjadi beribu-ribu derajar celcius. Zat air, tanah termasuk logam
dan batu-batuan yang ada di bumi di bulan dan di bintang-bintang mengumpul juga
menjadi asap atau uap karena hangus kena panas yang hebat dahsyat. Ketika itu
Sang Hyang Widhi diberi gelar Rudra (hebat). Inti hakekat dari Wisesa Tuhan
yang disebut Peurusa turut tersebar mengikuti asap atau uap dari Panca Mahabuta
itu. Sedangkan inti hakekat Panca Mahabuta yang merupakan asap dan uap yang
halus disebut dengan peradana atau Prakkrti yang bersifat maya. Sekalipun
merupakan Pralaya atau kiamat, namun zat butir atom Panca Mahabuta tetap ada,
tidak hilang, hanya berubah wujut menjadi asap atau uap. Ketika itu ruangan
alam besar ini dipengaruhi oleh hawa yang berwarna kemerah-merahan dengan
gejolak gerak yang hebat disertai suara halilintar yang sambung menyambung
terus-menerus dengan suara dentuman yang dahsyat. Demikianlah keadaannya sampai
satu kalpa.

Sanghita artinya ditempatkan berkumpul menjadi satu. Hal ini terjadi setelah selesainya Pralaya Kalpa. Pada mulanya sebelum terciptanya alam semesta ini tidak ada apa-apa. Sebelum alam dicipatakan hanya Sang Hyang Widhi ada. Ciptaan Sang Hyang Widhi adalah merupakan pancaran kemaha kuasaan (Wibhuti) Sang Hyang Widhi sendiri. Wibhuti ini terpancarkan melalui tapa. Tapa adalah pemusatan tenaga pikiran yang terkeram hingga menimbulkan panas yang memancar. Dengan tapa inilah Sang Hyang Widhi menciptakan alam semesta melalui suatu usaha yang memerlukan pemusatan tenaga sehingga terciptalah semuanya yaitu segala yang ada. Disebabkan oleh Sang Hyang Widhi
terjadilah dua kekuatan kejiwaan dan kekuatan yang disebut Purusa dab Pradhana
(Pranithi). Kedua kekuatan ini bertemu sehingga terciptalah alam semesta alam
pustaka Adiparwa halaman 1 disebutkan :

“Hana pwa ya mangke wuwusan, ikan kala tan hana ditya candra naksatra baywakacadika,
pralaya ri wakasming sangharakalpa prapta mwang sargakalapratiyata mijil saprakarana ngumi icca Sang hyang tinutnya hana katekan sabda Sanghara dharma, Sang Hyang Sangkara atah karananyan hanalawan bhatari dehardha, karena nira mepisan lawan bhatara trinetra sira, an munggwing kailasacikhara sadrcau tungga siddha pratista, sasrat mandalam sabhwuwana ika tang parhyangan cthena sang hyang”.

Artinya :

Adalah kini tersebut, pada sewaktu-waktu tidak ada matahari bulan bintang angin langitpun belum terbentang, lenyaplah, sudah jaman kekosongan itu, tibalah jaman penciptaan ditakdirkan berbagai macam makhluk menjelma, senanglah Sang Hyang Widhi karena diikuti, terlaksanalah segala sabdanya, yaitu kewajibannya untuk menciptakan, Sang Hyang Sangkara bersama dengan Bhatari (Parwati) oleh karena pertemuan beliau Bhatari (Parwati), oleh karena pertemuan beliau Bhatari (Uma) dengan Bhatara Trinetra
(Siwa lah menyebabkan terciptanya segala sesuatu, yang bertempat tinggal di
puncak gunung Kailasa (Mahameru) seolah-olah beliau termulia, tersempurna
sungguh-sungguh menguasai alam semesta, menjadilah tempat itu suci sebagai
sthana/tempat tinggal) Sang Hyang Widhi.

Dari uaraian di atas dapat diketahui bahwa terciptanya alam semesta dengan isinya adalah melalui tapanya Sang Hyang Widhi, yang disebut Dewa Siwa dengan Dewi Uma. Dewa Siwa dan Dewi Uma (Parwati) adalah dua kekuatan Sang Hyang Widhi, Siwa adalah kekuatan kejiwaan yang disebut Purusa (Acetana) dan Dewi Uma adalah kekuatan kebendaan yang disebut dengan Pradhana (Cetana). Pertemuan antara kekuatan Acetana dengan kekuatan Cetana atau kekuatan Purusa dengan Pradhana menyebabkan adanya ciptaan.

Ciptaan beliau berupa benda-benda berbentuk telur yang terdapat di angkasa disebut Brahmanda. Brahmanda itu jutaan matahari, planet-planet, bintang dan bulan, terutama planet kecil tempat kita berpijak (hidup) yang disebut dengan bumi.

Di dalam Tatwa Brahmanda, telurnya Sang Hyang Widhi yang menjadi ini oleh semesta, dikatakan sebagai laba-laba dan benang sutranya yang keluar dari perutnya dipergunakan sebagi sarangnya.

Sang Hyang Widhi dikatakan “urna nabhawat” yaitu makhluk (laba-laba) yang mengeluarkan benang sutera dari perutnya. Dari laba-laba datangnya benang sutra yang menjadi sarangnya itu dan bila laba-laba hendak melenyapkan akan memindahkan sarangnya, maka benang itu dimasukkan lagi ke dalam perutnya.

Demikianlah Brahmanda atau telur Brahma itu penghuni, muncul dari Brahma Siwa pada waktu ciptaan dan lenyap ke dalam Brahma (Siwa) pada waktu Kiamat (Pralaya).

Dengan Kriya Sakti yaitu kekuasaan untuk mengadakan segala, Brahma mengodratkan hukumnya untuk berevolusi berdikit-dikit untuk memunculkan benda-benda alam. Sang Hyang Widhi menciptakan Brahmanda itu dengan mempergunakan lima benih unsur-unsur tenaga (energi) yang disebut Pancatanmatra yaitu benih unsur Ether, sinar, hawa, zat cair dan zat padat berupa tanah dan sebagainya yang terdapat dalam dirinya. Lima benih unsur-unsur tenaga yang disebut Pancatanmatra itu berdikit-dikit keluar dari Brahma (Siwa) dan berubah secara perlahan-lahan berevolusi menjadi atom-atom yang disebut dengan pramanu (atom-atom) menimbulkan lima unsur-unsur benda yang disebut
Panca mahabhuta yaitu Prithi (zat padat sebagai tanah), Apah (zat cair, Teja,
sinar) Bayu (hawa) dan akasa (ether).

Selain dari Pancamahabhuta yang menjadi bahan-bahan Brahmanda dan badan wadah semua makhluk, maka dari Brahma atau Siwa muncul juga secara evolusi alam pikiran dan peranan yang disebut dalam istilah sansekertanya “Citta”. Citta atau alam pikiran dan perasaan yang ujudnya Suksma atau abstrac, sama sukma atau abstraknya dengan Sang Hyang Widhi. Citta ini bersenyawa dengan Pancamahabhuta dengan diberi kekuatan atau sumber hidup oleh Atma, maka terbentuklah makhluk hidup yang dapat bergerak, berpikir dan merasakan. Semua bagian alam pikiran ini muncul dari Brahma atau Siwa pada waktu proses ciptaan dan akan kembali kepada Nya pada waktu pralaya.

Selanjutnya kembali mengalami pralaya, yang telah dikemukakan di atas yaitu setelah alam semesta yang diberi gelar rudra, maka datanglah Sanghita artinya ditempatkan berkumpul menjadi satu. Sang Hyang Widhi ketika itu memerintahkan Pancamahabhuta cerai berai menjadi kabut pada masa Sanghara (Pralaya) terlepas dari kawan-kawan golongannya itu agar kembali lagi berkumpul dengan golongannya sendiri menjadi satu dengan diberi kekuatan Sanghita. Oleh sebab itu zat api mengumpulkan dirinya lebih dahulu di tengah-tengah alam besar merupakan matahari atau surya. Zat api yang berkumpul itulah menjadi matahari yang jumlahnya jutaan pada lam besar ini. Namun
diantara jutaan matahari itu, menurut penyelidikan para ahli, hanya ada 6
(enam) yang jaraknya agak dekat dengan bumi tepat kita hidup. Diantara enam
matahari itu yang terdekat dengan bumi ini hanya satu matahari yang mempunyai
panas dipermukaannya sekitar 6.000 C. Matahari inilah yan dianggap milik bumi
atau milik kita karena paling dekat jaraknya serta sangat berjasa kepada bumi
dan isinya. Selain dari matahari kita ini masih ada pula lima buah matahari
yang jaraknya berdekatan dengan matahari kita yaitu :

1. Alpa Centauri yaitu dua matahari lebih besar dari matahari kita, letaknya berjauhan denganmatahari kita, sama jauhnya dengan matahari kita dengan Uranus.

2. Proxima Centauri yaitu matahari yang lebih kecil dan letaknya terdekat dengan matahari kita. Suhu panas dipermukaannya sekitar 9000 derajat celcius, tampak dari kita sebagai bintang bercahaya merah.

3. Sirius yaitu matahari yang lebih besar dan lebih kuat dari matahari kita dengan suhu panas di permukaannya 11.000 derajat celcius. Tamapk dari kita sebagai bintang berkelip-kelip kebiru-biruan. Ia mempunyai sedikit matahari kecil, lebih kecil dari Yupiter atau Saturnus. Oleh karena itu pula Raditya atau Radite (matahari kita) mempunyai hurip/nafsu lima. Hurip 5 (lima) ini artinya sebagai kawannya atau sedikit 5 yaitu matahari-matahari tersebut dia atas dengan matahari kita maka jumlahnya 6 matahari yang dekat dengan bumi kita.

Oleh karena zat api telah berkumpul-kumpul menjadi beberapa matahari yang berbadan lautan api yang murka yang mengandung panas beribu-ribu derajat celcius, maka zat Pancamahabhuta yang lainnya, lari menjauhkan diri dari kumpulan api itu dengan amat hebatnya. Setelah jauh letaknya maka zat prthiwi itu memadat merupakan gumpalan-gumpalan tanah yang bermilyar-milyar banyaknya bertebaran di ruang angkasa ini, diberi bintang-bintang besarkecil dan planet-planet diantaranya termasuk bumi kita
ini.

Dalam bumi kecuali terdapat zat prthiwi, zat apah, zat bayu, zat akasa, tejapun masih ada terkandung di dalamnya tidak semua mempersatukan dan pada matahari itu. Setelah bintang-bintang terutama bumi jauh dari matahari maka suhunya turun (dingin), maka zat api mengumpulkan diri dalam bumi menaruh kekuatan yang hebat menarik bumi ini dari matahari, zat prthiwi tidak berani dekat demikian juga zat apah, bayu dang akasa dengan matahari. Oleh sebab itu terjadi tarik menarik berlawanan arahnya sehingga terjadi perpusingan mengelilingi matahari.

Dari dalam bumi kekuatan yang amat hebat (kekuatan api) hendak menyeret bumi ke matahari sedangkan bumi menolak dengan hebat, maka terjadilah letusan gunung hebat dasyat, sebagiab kecil dari zat tanah, air, hawa dan ether mau kembali ke bumi. Oleh karena itulah gumpalan tanah itu mengelilingi bumi diberi nama ”bulan”. Garis tengah bulan ¼ kali garis tengah bumi, besarnya 1/81 kali bumi. Lama siangnya ada ¼ kali siang di bumi. Berat benda di sana 1/6 kali berat benda di bumi (pelajaran Agama Hindu Bali III 1961:4-5)

Pada bumi zat api itu tetap ada yang berpusat pada inti bumi disebut magma pada suatu saat tersalur sircum Pasifik, sircum Meditera serta akhirnya melekat melalui gunung-gunung sebagai mengeluarkan api dari perut bumi. Hanya itulah sering dilukiskan pada dasar padresma yang disebut dengan Bedangwangnawala dan dibelit oleh dua ekor naga.

Bedangwangnala adalah merupakan lukisan dari Aurvagni di India sering dilukiskan dengan kuda berkepala api, sedangkan di Indonesia khususnya di Bali di sebarkan berbentuk Kurmagni atau Bedangwangnala yaitu menyerupai penyu bermoncong api.dua ekor naga yang mengikat Bedangwangnala adalah lukisan dari naga Ananthaboga dan naga Basuki. Naga Ananthaboga adalah merupakan simbol lapisan bumi sebagai sumber sandang, pangan dan papan ini dengan tidak habis-habisnya. Lapisan bumi itulah yang membungkus dan membelit magma (inti bumi) yang diwujutkan dengan Bedangwangnala. Sedangkan naga Basuki, adalah simbul dari air yang sumbernya laut. Air laut merupakan
kepala naga Basuki sungai-sungai adalah ucapan badan dan ekor naga Basuki.
Basuki arti katanya air yang dapat memberikan kehidupan (keselamatan). Semua yang
tersebut di atas itulah sering dilukiskan pada dasar Padmasana dengan magma
(Bedangwangnala) di dasar bumi dibelit oleh kulit bumi dan air laut serta
sungai-sungainya (Cudamani, I, 22-23).

Oleh karena masih adanya zat api pada inti bumi (nama) itulah sebabnya bumi tetap berpusing menyelidiki matahari. Sekali pusingan bumi lamanya 16 dawuh atau 24 jam, sedangkan bumi mengelilingi matahari lamanya 365 ¼ hari, tepatnya 365 hari 5 jam 45 menit 46 detik dinamai atemuang atau setahun. Atemuang atau setahun dibagi menjadi 12 masa yaitu nama-nama menurut sistim Hindu antara lain :

1. Srawana : Kasa

2. Dhadrawada : Karo

3. Asuji : Katiga

4. Kartika : Kapat

5. Margasira : Kalima

6. Posya : Kanem

7. Magha : Kapita

8. Phalguna : Kawolu

9. Caitra : Kasanga

10. Waisaka :Kadasa

11. Jyesta :Desta

12. Asada :Sada

Selain dari pembagian bulan-bulan tersebut di atas juga muncul hari-hari berdasarkan perhitungan planet-planet pada alam ini. Ada pasukan bintang dengan planet-planet yang dinamai Watangsista atau Bima Sakti (malkweg) juga disebut tata surya kita artinya sistim matahari kita. Dalam hal ini mataharilah menjadi pusat dan induk dari Tata Surya kita ini, sedangkan planet-planet mengelilinginya dengan teratur. Planet-planet yang terpenting mengelilingi matahari kita yaitu :

1. Venus (bahasa sansekerta : Sukra) adalah
yang terdekat dengan planet bumi, jauh peredarannya 40 juta km. Jaraknya dari
matahari + 108 juta km, beredar mengelilingi matahari dalam waktu 224,5
hari. Garis tengahnya 12.200 km, hanya kurang sedikit dari garis tengah bumi.
Letaknya terdekat dengan bumi, hingga dialah paling terang kelihatan dari bumi,
venus mempunyai satelit yang dianggap mempunyai hurip/neptu 6 (enam) buah.

2. Mercurius (Bahasa Sansekerta : Budha)
adalah yang lebih besar dari Venus. Jarak rata-ratanya dari matahari +
58 juta km. Beredar mengelilingi matahari dalam 88 hari. Garis tengahnya
kira-kira 4.800 km. Ia hanya satu sisi menghadapi matahari, sebab itulah
sisinya itu amat panas. Mempunyai satelit dianggap hurip 7 buah.

3. Mars (bahasa Sansekerta : Anggara)
tampak padang-padang tandus di dalamnya jaraknya dari matahari 226 juta km, lama
peredaran 687 hari, garis tengahnya 6.800 km. Panasnya kurang dari bumi.
Sesudah venus planet inilah yang terang cahayanya kelihatan dari bumi. Warnanya
agak merah, maka dapat dengan mudah mengenalnya. Mars diselubungi atmosfir
seperti bumi. Mempunyai satelit yang dianggap hurip 3 buah.

4. Yupiter (bahasa Sansekerta : Wrhspati)
adalah planet yang terbesar dengan garis tengahnya 143.000 km jadi 10 kali
lebih besar dari bumi. Jarak rata-ratanya dari matahari 778 juta km, lintas
peredarannya diselesaikan dalam waktu 12 tahun, mempunyai satelit 12 buah, 4
buah kecil sebesar bulan, sebab itulah Wrhspati dianggap mempunyai 8 hurip.

5. Saturnus (bahasa sansekerta: Saniscara)
planet ini hampir sama dengan Yupiter mempunyai gelang (cincin) yang mengelilingi, garis tengahnya 120.000 km. Jauhnya dari matahari + 1.426 juta km dan beredar mengelilingi matahari dalam waktu 29 ½ tahun. Saturnus banyak satelit-satelitnya dihitung mempunyai hurip 9 buah (Ilmu Pengetahuan Bumi Antariksa 1975;37-38).

Planet-planet ini lanjut dipergunakan sebagai peringatan hari digabung dengan matahari dan bulan menjadi Saptawara yakni:

1. Raditya simbolis dari Matahari.

2. Coma simbolis dari Bulan.

3. Anggara simbolis dari Mars.

4. Buddha simbolis dari Mercurius

5. Wrhaspati simbolis dari Yupiter

6. Sukra simbolis dari Venus.

7. Sniscara simbolis dari Saturnus.
(Pelajaran Agama Hindu Bali; 1961,6).

Demikianlah nama-nama hari hubungannya dengan Tata Surya Kita yang disebut dengan Bhima Sakti yaitu sebagai pusat, sedangkan planet-planet yang lain dengan setia sebagai pengiringnya berputar-putar berkeliling dengan baik dan teratur. Kiranya semua nama-nama hari maupun wuku yang ada diambil dari bintang-bintang maupun planet-planet yang lainnya.

Setelah Sanghita itu berlangsung, maka bintang-bintang dan planet-planet berarti telah ada dan peredarannya sudah teratur menurut kekuatan tarikan api yang ada di masing-masing matahari, tidak ada lagi semua peredaran atau Swastika.
Swastika artinya telah berdiri sendiri dengan selamat menurut sifat dan gaya
peredarannya sendiri-sendiri. Swastika itulah menjadi lambang suci agama Hindu
yang mengandung makna: matahari di tengah-tengah mempunyai 4 tangan memutar
peredaran planet-planet termasuk bumi dan bulan dengan sempurna dan sejahtera.
Sebab itu pula lukisan Swastika itu diperlukan sebagai jimat untuk mohon
keselamatan dan kesejahteraan serta menolak bahaya yang akan datang.

Oleh masyarakat Hindu kedudukan Swastika itu diganti dengan lukisan Padma angala yang artinya yang pokok adalah tunjung terbang melayang-layang di awang-awang dengan berdaun delapan. Yang dianggap Padma angalayang ialah bumi berpusing-pusing melayang di awang-awang mengedari matahari (Suryasewana). Daunnya delapan ialah 8 arah dari bumi yaitu :

1. Purwa (Timur).

2. Gneyan (Tenggara).

3. Daksina (Selatan).

4. Nairiti (Barat Daya).

5. Pascima (Barat)

6. Wayabya (Barat Laut).

7. Uttara (Utara).

8. Airsanya (Timur Laut).

Selanjutnya matahari, bulan dan planet-planet yang dijadikan hari-hari diletakkan di 8 penjuru dunia yang juga disebut asta-asta sebagai berikut :

Raditya (Matahari) di timur dengan hurip 5;

Coma (Bulan) di utara dengan hurip 4;

Anggara (mars) di barat daya dengan hurip 3;

Buddha (Mercurius) di tenggara dengan hurip 7;

Wrhaspati (Yupiter) di tenggara dengan hurip 8;

Sukra (Venus) di barat laut dengan hurip 1 (satu) dan di timur laut dengan hurip 6;

Saniscara (Saturnus) di selatan dengan hurip 9.

Akhirnya asta-asta itu ditetapkan huripnya sebagai matahari, bulan dan planet-planet itu yaitu:

Timur 5, Utara 4, Barat Daya 3, Tenggara 8, Barat
7, Barat laut 1, Timur Laut 6, Selatan 9 dan ditambah lagi di Tengah 8.

No comments:

Post a Comment