Saturday, March 7, 2009

DHARMA DAN SVADHARMA SEBAGAI LANDASAN BUDAYA TERTIB

Oleh,
I Wayan Sudarma

"Apapun keluhan terhadap tingkat disiplin nasional maka sesungguhnya keluhan tersebut pertama kali harus ditujukan kepada lapisan elite, para pemimpin dan pemuka masyarakat.Merekalah yang diharapkan kasuritauladannya. Golongan inilah yang sesungguhnya paling bertanggung jawa terhadap cacat celanya kesuriteladannya" Menhankam Edi Sudradjat ,Kompas,29 Juni 1995.
Pernyataan Menhankam Edi Sudrajat di atas benar-benar menyegarkan dan sangat relevan untuk dikaji bersama. Apa saja yang dicanangkan, bilamana tiada keteladanan dari unsur-unsur pimpinan baik formal maupun informal, pemuka-pemuka masyarakat maupun tokoh-tokoh agama, maka usaha itu akan gagal total. Kesuriteladanan mesti di berikan oleh lapisan elite dalam segala bidang mengingat budaya paternalistik dari bangsa Indonesia. Demikian pula budaya kerja, budaya tertib dan budaya bersih, tanpa keteladanan rasanya akan sulit direalisasikan.
Membicarakan budaya tertib, tidak terlepas dari usaha masing-masing individu untuk membiasakan dirinya tepat waktu, menghargai orang yang semestinya memikul tanggung jawab, tertib antre dan sebagainya. Semuanya itu tidak dapat dilakukan secara tiba-tiba saja tanpa ketekunan. Bila tiap individu mampu menertibkan dirinya, prilaku masyarakatpun akan semakin tertib yang pada hjakekatnya juga merupakan pengejawantahan dari Disiplin Nasional.
Melatih kepatuhan dengan sungguh-sungguh dan dengan teratur dan tertib untuk melakukan sesuatu perbuatan disebut dengan Abhyāsa. Sumber ajaran ini adalah Dharma yakni kebajikan sebab tidak ada artinya seseorang yang hanya memahami Dharma sebagai teori tanpa mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu membiasakan diri untuk berbuat baik, untuk tepat waktu, untuk menepati janji (Satyavacana) menghargai yang lebih tua memberi kesempatan yang datang lebih dahulu untuk memperoleh kesempatan terlebih dahulu (dalam sistem antrean) dan memupuk kesabaran diri dan berdisiplin dalam mentaati peraturan seperti lalu lintas dan sebagainya merupakan langkah-langkah meningkatkan budaya tertib.
Di dalam kitab suci Upanisad, yakni Taittirīya Upaniṣad dijelaskan bahwa seseorang hendaknya senantiasa menepati janji, berpegang pada ajaran , tekun meningkatkan diri dan tidak lalai merupakan butir-butir ajaran yang menuntut setiap umat manusia untuk mebiasakan dan meningkatkan budaya tertib :
Satyaṁ vada dharmācāra Svādhyāya mā pramadaḥ - Hendaknya setiap orang berkata benar, jujur dan tepat janji, senantiasa pula berpegang pada ajaran Dharma, selalu tekun
untuk berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tidak lalai. Taittirīya Upaniṣad I.11.1.
Ajaran tentang Satya Abhyāsa ini dapat kita jumpai dalam kitab suci Veda maupun dalam kitab Yogasūtra karya maharsi Patañjali yang menyatakan Satya sebagai perwujudan Dharma dan bahkan sebagai Dharma yang tertinggi (Satyaṁ nāsti para Dharmaḥ), berikut kami kutipkan ajaran tentang Satya dan Abhyāsa dari kitab ini :
Satyapratiṣṭhāyāṁ kriyāphalaśrayatvam - Ketekunan dan ketertibaan untuk melaksanakan Satya (kebenaran) memberikan pahala berupa kebenaran (Satya) seluruhnya tergantung pada kebenaran ini. Yogasūtra II.36.

Asteya praṭiṣṭhāyāṁ sarvaratnopasthānam - Orang yang benar-benar tekun dan tertib untuk berbuat Asteya (tidak mencuri atau mengambil hak orang lain) atau kejujuran,segala jenis permata(kemuliaan) akan berdatangan. Yogasūtra II.37.
Dari penjelasan tersebut di atas, budaya tertib bersandar pada kapatuhan untuk melaksanakan kebenaran, jujur, tidak inkar janji atau Satya Vacana dilandasi dengan ajaran agama. Bila kejujuran bersemi, orang akan berusaha hidup yang teratur, tertib dan berdisiplin yang tinggi.
Langkah atau tindakan untuk mengembangkan budaya tertib ini adalah dengan mengamalkan dan mengembangkan ajaran Satya Abhyāsa, yakni usaha dengan sungguh-sungguh dan tekun untuk mengamalkan dan melaksanakan Svadharma yang telah menjadi pilihan hati atau profesi seseorang. Dengan kehidupan yang tertib maka setiap orang melaksanakan Dharma dan svadharma dengan baik Melaksanakan svadharma seperti telah di kutip dalam Bhavadgītā tersebut di atas (dalam ulasan budaya kerja) sebenarnya berakar pada disiplin diri. Bila seseorang tidak ingin dibahongi orang maka yang bersangkutan semestinya juga tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Dharma (Dharma rakṣati rakṣataḥ mereka yang berbuat untuk Dharma akan dilindungi oleh Dharma).
Bila setiap orang telah mengalami proses transformasi diri, maka sesungguhnya masyarakat akan mengalami hal yang sama, budaya kerja, budaya tertib dan budaya bersih akan dapat direalisasikan karena di dorong oleh faktor internal, yakni merupakan kewajiban yang harus dilakukan. Melaksanakan Dharma dan Svadharma dalam diri dan masyarakat inarat komponen-komponen mesin kendaraan, apa bila semuanya berjalan normal, maka kendaraanpun mulus jalannya. Demikianlah budaya tertib yang sesungguhnya merupakan tuntutan bagi setiap orang untuk dapat hdiup sejahtra dan bahagia.

No comments:

Post a Comment