Monday, May 4, 2009

JIWA

by: I W Sudarma ( Shri Danu D.P)



Menurut Ramanuja Jiwa atau sang diri individual adalah entitas yang rohani yang berbeda dengan The Supreme Self atau Brahman. Dalam keadaan moksa ia tidak kehilangan individualitasnya. Jiwa-jiwa itu jumlahnya tak terbatas dan secara esensial ia merupakan hakekat dari pengetahuan (jnana svarupa). Pandangan tentang jiwa sangat beragam antara lain : Carvaka memandang bahwa Jiwa itu adalah Badan; Nyaya menganggap bahwa Jiwa itu bukan hakekat dari kesadaran; Advaita Sankara memandang bahwa Jiwa adalah kesadaran murni yang identik dengan Brahman; Vaisesika menganggap bahwa Jiwa melingkupi segala sesuatu (vibhu) dan Jaina mengenggap Jiwa adalah ukuran dari Badan.



A. Jiwa berbeda dengan badan dan pikiran.

Pernyataan “tangan saya”, “kaki saya” menunjukkan bahwa tangan dan kaki berbeda dengan diri saya. Berarti bahwa badan saya berbeda dengan diri saya. Hal ini dikuatkan oleh teks-teks dalam kitab suci yang mengatakan bahwa : Orang-orang yang sebelum meninggal banyak berbuat baik maka dalam kelahiran berikutnya ia akan terlahir dilingkungan kebaikan, sebalikanya orang-orang yang banyak melakukan perbuatan jahat akan dilahirkan dalam lingkungan kejahatan. Ini satu bukti bahwa Badan berbeda dengan sang diri. Bagaimana kita dapat menjelaskan ekspresi dari diri saya ? Apakah Atma berbeda dengan diri saya ? Sang diri dan Atma tak dapat dibedakan karena sama-sama mengekspresikan dirinya lewat indra-indranya. Bila yang dimaksud “Atma” adalah pikiran atau “manas” maka atma bukanlah “sang diri”. Mengapa ? Oleh karena “pikiran” merupakan peralatan dari pramana-pramana untuk mengingat kembali pengalaman-pengalaman masa lalu oleh Jiwa. Status sebagai suatu peralatan tidak mungkin sama dengan agen yang mempergunakan peralatan itu.



B. “Jiwa” sebagai subyek “pengetahuan”.

“Jiwa” adalah entitas yang kekal. Pengetahuan adalah kwalitasnya yang bersifat kebetulan dan eksternal. Jiwa pada hakekatnya adalah pengetahuan dan sekaligus subyek yang mengetahui. Pengetahuan adalah sesuatu yang memanifestasikan obyek-obyek. Pengetahuan dan Atma yang merupakan dasar secara bersama-sama memanifestasikan obyek-obyek itu. Kedua entitas itu pada hakekatnya sama, yang satu bertindak sebagai sebagai substansi dan yang lainnya bertindak sebagai sifat. Keduanya ini diibaratkan sebagai “Nyala lampu” yang merupakan substansi dan “terang cahayanya” adalah sifatnya. Antara nyala lampu dan terangnya mempunyai sifat yang sama pada semua unsur “api” yaitu “keterang benderangannya”. Dengan demikian “Jiwa” menghasilkan pengetahuan substantif. Artinya bahwa jiwalah yang mengungkapkan dirinya sendiri, dus bukan obyek-obyek yang eksternal. “Pengetahuan” adalah sifat yang esensial dari jiwa yang merupakan pengetahuan atributif. Artinya bahwa obyek-obyek eksternallah yang mengungkapkan dirinya kepada jiwa atau diri saya.



C. “Jiwa” sebagai Self Luminous.

Self Luminous atau svayam prakasatva dari “Atma” tidak dapat dimengerti, karena atma mengungkapkan dirinya sebagai “saya” kepada semua orang dan kapan saja. Jiwa dalam mengungkapkan dirinya sebagai saya membawa konsekwensi bahwa bagi mereka akan memiliki pengetahuan tentang saya sebagai “dia” atau “kamu”. Jika Atma kekal maka berarti bahwa ia adalah self luminous maka berarti pula bahwa ia selalu memanifestasikan dirinya. Beberapa tanggapan kritis mengenai hal ini mengatakan bahwa : Bagaimanakah hal ini dapat dijelaskan bila kita dalam keadaan tertidur lelap ? Bukankah kita tidak memiliki pengalaman tentang sesuatu ? Adalah tidak mungkin kita mengatakan bahwa atma mengungkapkan dirinya dalam keadaan tertidur lelap ini. Dengan kata lain bahwa atma tidak selalu self luminous. Menjawab tanggapan ini Ramanuja mengatakan bahwa : Dalam keadaan tertidur lelappun atma tetap saja mengungkapkan dirinya sebagai “saya”. Buktinya adalah bahwa pengetahuan “saya tertidur bahagia” yang merupakan pernyataan yang muncul kemudian setelah saya terjaga bukan merupakan pengalaman hasil dari pikiran saya sendiri, karena dalam keadaan tertidur lelap “pikiran” tidak aktif. Berarti bahwa pengalaman dalam tidur lelap itu adalah pengalaman tentang diri saya sendiri yang berwujud “menikmati kebahagiaan saya sendiri” karena yang tertidur bahagia itu adalah “saya” dus bukan orang lain.



D.“Jiwa” adalah kekal.

Apakah jiwa kekal ? Ada teori yang mengatakan bahwa Brahman adalah kekal dan segala sesuatu termasuk jiwa yang asal usulnya adalah Brahman juga kekal. Hal ini dinyatakan dalam Chandogya Upanisad : Pada walnya ada Being, hanya satu tidak ada duanya. Berarti bahwa jiwa menjadi ada sejak evolusi begitu pula acit dan materi. Akan tetapi ada teks kitab suci yang mengatakan sebaliknya bahwa atma itu kekal tidak berawal, tidak berubah. Teks yang mengatakan hal yang berlawanan itu harus dimengerti bahwa tujuan dari jiwa dilahirkan bahwa mereka bersatu dengan badan-badan jasmani. Dalam Bhagavad Gita dikatakan bahwa “Kelahiran dari jiwa adalah kesatuannya dengan badan jasmani dan kematian adalah keterlepasannya dengan badan jasmani”. Untuk menambah kejelasan mengenai hal ini kita bandingkan dengan pandangan Buddhisme yang mengatakan bahwa jiwa setiap saat berubah. Jiwa secara terus menerus berada pada situasi yang berfluktuasi sehingga tidak dapat menjadi entitas yang permanen. Berarti tidak ada peluang manusia untuk untuk mencapai sesuatu diwaktu yang akan datang. Dengan demikian jiwa secara terus menerus eksis sampai ia mencapai pembebasan atau moksa atau nirvana dimana disaat ia telah mencapainya barulah ia berhenti eksis sebagaimana diajarkan Sankara. Ramanuja tidak dapat menerima pandangan ini karena menurut dia, jiwa tetap eksis walaupun dalam situasi pembebasan atau mencapai moksa dan tidak kehilangan identitasnya sebagai individu. Justru keadaan moksa jiwa bebas dari genggaman karma dan memanifestasikan dirinya dalam alamnya yang asli, yang sesungguhnya.



E.“Jiwa” adalah Kartha (Pelaku) dan Bhokta (Penikmat).

Kita sudah tahu bahwa jiwa adalah subyek yang mengetahui. Jiwa yang mengetahui adalah agen (pelaku) dari aktifitas-aktifitas (kartha) dan penikmat (bhokta) dari kenikmatan serta penderitaan. Dengan kata lain atma membuat karma dan juga merupakan penikmat dari hasil perbuatannya. Pemikiran ini merupakan landasan yang kuat berkembangnya pemikiran tentang Hukum Sebab-Akibat atau Hukum Karma di dalam pemikiran India. Dengan demikian apakah berarti bahwa jiwa merupakan obyek dari perubahan itu ? Menurut Ramanuja jiwa tidak merupakan obyek dari perubahan. Jiwa sebagai subyek yang mengetahui adalah bagian dasar dari pengetahuan dari mana pengalaman-pengalaman itu terjadi. Jiwa adalah asraya bagi jnana. Jnana merupakan obyek perubahan sedangkan asraya bukan merupakan obyek perubahan. Sebagai asraya jiwa merupakan pengetahuan substantif dimana jiwa tidak mengalami perubahan, jnana adalah pengetahuan atributif yang mengalami perubahan. Dengan demikian jiwa sebagai pelaku dan penikmat tidak mengalami perubahan.



F.Teori Kebebasan dan Determinasi.

Jika aktifitas jiwa di nikmati oleh pramatma ,apakah jiwa mempunyai kebebasan pada semua aktifitas yang dilakukannya? Bila jiwa tidak memiliki kebebasan untuk bertindak maka perintah-perintah dalam kitab suci yang mengajarkan kita agar masing-masing individu menikmati tugas tugas yang kita lakukan itu menjadi tidak signifikan lagi. Dalam semua usaha manusia, keinginan-keinginan individunya adalah merupakan awal, untuk melakukan aktifitas aktifitas tertentu artinya bahwa masing-masing individu bebas melakukan apa saja yang diiginkannya. Berdasarkan aktifitas ini, maka aktifitas berikutnya adalah atas dorongan Isvara. Atas persetujuan Isvara, individu individu melaksanakan lebih lanjut aktifitas aktifitasnya. Di dalam memberikan persetujuan atau dorongan Isvara tidak sebagai pelaku (kartha) dari aktifitas itu,karena yg sesungguhnya melaksanakan aktifitas itu adalah individu-individu tersebut. Jadi jiwa memiliki kehendak bebas, dimana keinginan-keinginannya tidak ditentukan oleh kekuatan diluar dirinya. Dengan kata lain setiap individu adalah “bebas” dalam arti bebas berkeinginan dan bertindak,tetapi tidak lepas dari konsekvensi dari tindakannya.

G. Pluraritas dari Sang Diri Individual
Jiwa adalah entitas Spritual yang kekal dan jumlahnya tak terbatas. Masing jiwa berbeda antara yang satu dengan yang lain, tapi masing-masing jiwa berbeda dengan Brahman (the supreme self).



H. Jiwa sebagai Anu.

Jiwa di dalam sastra dinyatakan sebagai infinitesimal atau anu. Secara alami jiwa bersifat monadic (berpindah pindah) ia tidak di sebabkan atau dikondisikan oleh pembatasan fisik. Isvara adalah vibhu(meliputi segalanya) tetapi ia dinyatakan sebagai infinitesimal (anu) di dalam hati setiap mahluk hidup. Anutva dari Paramatma bukan sifat alaminya,karena disebabkan dan dibatasi secara fisik. Tidak ada pembatasan fisik dinyatakan dalam kaitan dengan jivatman. Dengan kata lain jiwa secara alami adalah anutva atau anu. Jiwa adalah nitya dan sarvagatah, kekal dan meliputi segalanya yang oleh Visistadvata diartikan bahwa: Jiwa sebagai entitas spritual dapat masuk kedalam subtansi material tanpa halangan. Jiwa sebagai anu mempunyai kemampuan memiliki pengetahuan tak terbatas yaitu dalam keadaan mukti (moksa) dimana jiwa sepenuhnya bebas karena memiliki penuh pengetahuan (onniscient)



I. Jiwa dan Brahman:

Isvara dan jiwa adalah dua buah entitas spiritual. (rohani)yang sepenuhnya rill, tetapi satu sama lain berbeda. Svetasvatara Up: Ada dua ,yang satu mengetahui dan yang lain tidak mengetahui, dua duanya tidak dilahirkan yang satu mengatur yang lain diatur. Mundaka up : Jiwa terkurung dalam badan,sedangkan Isvara bebas. Brhad aranyaka up :Brahman sebagai penghuni dari jivatma. Vedanta sutra :Brahman berbeda dengan jiwa yang merupakan obyek dari karma.Chandogya Up: Aku adalah engkau (tat twam asi). Brhad arayaka up : sang diri ini adalah Brahman. (ayam atma brahma). Bagaimana kita menafsirkan teks teks di atas yang menekankan tidak adanya perbedaan identitas Brahman dengan jiva?Penjelasan Ramanuja menjawab pertanyaan ini ia mengacu kepada Sutra yang menulis dua pandangan yang saling bertentangan, mengenai jiwa dan Brahman, yang satu mengatakan jiwa berbeda dengan Brahman dan yang lain mengatakan jiwa tidak berbeda dengan Brahman.Vedanta Sutra II.3.43 amso nanavyapdesat anyathaca--- artinya jiwa diterima sebagai bagian yang integral (amsa) dari Brahman, tetapi jiwa berbeda dari Brahman.Hubungan jiwa dengan Brahman, dijelaskan oleh Ramanuja dengan metafisikanya tentang substansi dan atribut(sifat) serta konsep aprthak-sidhi. Secara ontologis hubungan jiwa dan Brahman seperti halnya hubungan badan dan jiwa (sarira-sariri-bhava) Brahman adalah penyebab material dari alam semesta dan merupakan dasar dari semua yang ada (eksistensi). Brahman adalah adhara dan jiwa adalah adheya (yang eksistensinya ditentukan). Brahman sebagai roh yang imanen bertindak sebagai inner controller dari alam semesta baik yang acit maupun yang cit (niyanta) dan jiwa sebagai yang dikontrol oleh Isvara bersifat niyamya. Menurut etika dan agama : jiwa melayani Tuhan (sesa) dan Tuhan sebagai yang yang dilayani sebagai sesin. Hubungan badan dan jiwa : sarira-sariri-sambandha Jiwa merupakan satu bagian yang integral (amsa) atau model (prakasa) dari Brahman.(citra Tuhan : Imago Dei). Antara jiwa dengan Brahman berbeda tapi tak dapat di pisahkan.


semoga bermanfaat bg kita semua
=======
"Your Hand On Works But Your Heart On God "
=======

No comments:

Post a Comment