Disarikan dari: Grha Jagadhita, by: Shri Danu .P
Di dunia ini setiap orang walaupun berbeda bangsa, warna kulit, dan agama tetapi semua menyetujui dan memiliki pendapat yang sama dalam memanggil kedua orang tua sebagai “Ayah dan Ibu” yang menjadi orang terpenting dalam hidup ini. Dan orang tua yang baik berusaha memberikan miliknya yang terbaik kepada anak-anaknya. Mereka mencurahkan kasih sayang, tenaga, pikiran bahkan mengabaikan keselamatan dirinya untuk menjaga dan membesarkan putra-putrinya.
Mengenang dan mengingat budhi baik orang tua serta mencari jalan untuk membalas “budhi baiknya”, itulah tanda orang baik dan bijaksana. Apakah yang pantas dilakukan terhadap orang tua?. Hal ini sangat perlu bagi semua anak dan harus memikirkan apa yang dinamakan “ tahu budhi orang tua dan membalas budhi orang tua”. Siapapun yang memiliki hal ini, yang menghormati dan membalas jasa orang tuanya akan maju bahagia dan tidak akan jatuh dalam kesusahan. Ayah dan ibu menjadi guru pertama bagi kita semua, ada peribahasa yang berbunyi: “Cinta ayah-Ibu sepanjang jalan, cinta anak putra dan putri sepanjang galah”.
Jika demikian apakah hidup itu? Hidup dimulai dari persaingan, siapa yang lebih kuat akan menjadi pemenang/penguasa kehidupan. Persaingan dimulai sejak dalam kandungan (garbhadana) dimana yang kuat akan dapat tinggal dalam hangatnya kandungan sang ibu. Setiap ibu pasti pernah bercerita kepada kita bahwa “tiada perjuangan apapun yang begitu hebat mati-matian yang menyamai dengan perjuangan untuk hidup”.
Di antara berjuta bibit/benih janin yang membuahi rahim ibu, hanya yang terbaik yang sesuai dengan karmanya dapat tinggal dalam kandungannya selama lebih kurang sembilan bulan, dan menghadapi segala sesuatu bersama-sama. Seorang ibu pasti akan berkata “Anakku, apabila engkau dewasa nanti, engkau harus kuat dan menyiapkan diri, memiliki kesabaran serta tahan terhadap persaingan maupun gejolak dalam kehidupan”. Tetapi, pada saat itu kita pasti tidak begitu tertarik atas nasehat tersebut, karena tidak percaya bahwa hidup akan kejam seperti kenyataannya. Ingatlah! Kata ibu selalu mengingatkan kita “ Bila engkau dewasa nanti, memiliki pengalaman, belajar lebih banyak, dan dapat melihat dunia dari berbagai sudut pandang, semua bagian dengan nyata, maka engkau akan mengerti” demikian sang ibu akan menjelaskan.
Ketika kita tumbuh menjadi dewasa baru paham dan menyadari bahwa sesungguhnya hidup manusia adalah ajang pertarungan yang besar. Pemaian yang lemah akan gagal dan teraniaya selalu, tak ada panggung kosong bagi mereka yang lemah. Tak ada jalan terbuka bagi mereka yang putus semangat. Manusia sejak bangun dari tidurnya, pada saat pertama membuka mata, pikirannya telah tertuju pada peretarungan nasibnya. Yang terpikirkan adalah pekerjaan, keuangan, kekayaan, kedudukan, kehormatan dan sebagainya. Sebagian orang berjuang mengikuti peraturan yang benar, tetapi tidak sedikit, bahkan mungkin lebih banyak yang tidak peduli akan peraturan hidup dalam memperjuangkan hidupnya. Pertarungan yang tanpa peraturan, akan menjadi kejam dan biadab, baik terhadap pasangan petarung, juga bagi yang menonton. Percayakah anda, bahwa orang yang punya kuasa sering kali menetapkan peraturannya sendiri? Kadangkala pertandingan itu hanya rekayasa saja, atau hanya untuk menutupi mata dunia untuk menyatakan bahwa mereka tidak memonopoli untuk diri mereka sendiri saja.
Kita pasti ingat benar, sekali waktu ibu berkata kepada kita “ Pangkuan ibu adalah tempat tidur yang hangat untukmu, tidurlah kalau engkau lelah dan gagal, lengan ibu adalah sandaran yang hangat dan aman. Kembalilah!, karena tidak ada pertarungan, kebencian, suap dan kebohongan. Pangukuan ibu, sejak engkau kanak-kanak, hingga kini adalah tetap demikian, tidak pernah berubah, ibu selalu ada di sini”.
Ketika kita dewasa, ibu tidak begitu banyak bicara, tidak sering lagi menasehati dan menunjukkan pandangan hidupnya kepada kita. Kadangkala kita perhatikan ibu ingin bicara sesuatau yang tepat dengan isi hatinya, akan tetapi beliau memilih diam. Ibu memiliki kesadaran, mungkin karena takut/sungkan akan menyinggung hati anak-anaknya yang sedang dalam perjuangan hidup. Ibu senantiasa menjaga dan merawat hati putra-putrinya semasa hidupnya. Ibu tahu dengan baik, perjuangan hidup itu selalu diwarnai kegagalan dan kemenangan. Oleh sebab itu ibu selalu memberi semangat dalam hal spiritual. Kadang kita melihat sikap beliau tenang dan damai ketika kita mengalami kegagalan, dan lebih mantap dalam ketenangan ketika mengerti kita mengalami kemenangan. Kita pasti bertanya kepadanya, “mengapa ibu?” Beliau menjawab,”Kemenenagan dan kegagalan di dalam kehidupan adalah sama kejamnya.” Saat ini kita mengalami kemenangan, namun di saat lainnya kita akan mengalami kegagalan. “Kemenangan sejati adalah bila engkau dapat menaklukkan dirimu sendiri.” Nasihat seorang ibu seperti ini pasti sangat menyentuh hati kita. Sering kali kita mengalami kegelisahan dan kekhawatiran karena berharap mengalahkan orang lain. Tapi bila menang, kitapun merasa gelisah dan menderita, mengapa? Penderitaan kita timbul karena takut dikalahkan oleh mereka yang pernah kita kalahkan. Tentu merekapun ingin meraih kemenangannyaa kembali. Penderitaan (duhkha) manusia tentang hal ini tidak berbeda antara orang miskin dan kaya, pria dan wanita. Manusia mempunyai kecurigaan yang sama di dalam persaingan.
Ketika kita berbicara dengan ibu dari hati ke hati, kita pasti pernah bertanya padanya dengan perlahan,”Ibu, kapankah hidup ini berhenti dari persaingan?” Jawaban ibu yang bijaksana adalah, ”Anakku! Hidup ini adalah persaingan, dan persaingan ini kan berakhir bila hidup tanpa nafas! Saat itu hidup berhenti berjalan. Bahkan ibu sendiri walaupun telah lanjut usia, masih terus berjuang dan berusaha. Berusaha agar diuri ibu tidak dikalahkan oleh keinginan rendah dan jahat”. Jika setiap kali ada kesempatan berbincang berdua antara putra dan ibu seperti ini, kita tentu merasakan batin kita segar kembali, dan ada rasa bangga karena memiliki ibu seperti beliau. Ibu bagaikan sumber tenaga dan pembangkit semangat di dalam hidup kita. Ketika kita gagal dan terjatuh, ibu dengan sabar mendampingi langkah kita. Beliau mengiringi kita dalam sukha dan duhkha.
Sering seorang ibu yang bijak akan berkata: ”Di dalam perjuangan hidup ini sangat dibutuhkan dorongan spiritual dari seseorang. Dan bagi setiap anak tidak ada dorongan spiritual yang dapat disamakan dengan dorongan spiritual dari seorang ibu. Ibu senantiasa berusaha memberikan semangat, keteguhan dan kekuatan jiwa kep[ada putra-putinya. Ibu berkata bahwa hidup ibu tidak lagi bersaing dengan orang lain saat ini, tetapi beliau katakana dan tegaskan bahwa beliau masih berjuang mengendalikan diri/batin beliau sendiri yaitu mengatasi Klesa yang timbul yaitu meliputi keserakahan (lobha), Kebencian (irihati), dan kegelapan batin (avidya). Kita mesti belajar dari hidup seorang ibu, belajar tentang melihat kenyataan dan melangkah dalam hidup ini bersama ibu. Hidup terisi penuh oleh pengalaman hidup dan pelajaran hidupp dengan beraneka ilmu, yang tidak tercatat di dalam buku apapun. Maka pantaslah orang bijaksana berpendapat “Hidup dan kenyataan ini tidak lebih dari sandiwara”.
Bersaing atau berjuang di dalam sandiwara adalah kejam dan keras, tetapi lebih kejam dan keras lagi apa yang kita temukan dalam kenyataan hidup ini. Ibu mengatakan selama hidup berlangsung kita harus berjuang. Bukankah karena perjuangan kita berdiri di sini? Dengan usapan tangannya yang lembut, ibu sering membelai kepala kita dan mengatakan, ”Semoga engkau anakku, memiliki kesadaran dalam setiap persaingan dan penuh dengankesabaran dalam perjuangan mengarungi hidup ini. Walau hari ini gagal, harapan ibu semoga esok engkau dalam kemenangan”.”Tetapi kemenangan itu haruslah kemenangan yang benar, murni dan adil!”
“Ingatlah anakku, hidup yang kita dapatkan ini adalah karena kita punya tanah bumi. Oleh karena itu sebelum mencari kemenangan dari siapa-siapa, janganlah berpikir hanya untuk keuntungan dan kepentingan diri sendiri. Jika kita menang tetapi tanah bumi ini hancur, dimana kita dapat tinggal? Kemenangan untuk kepentingan bumi kelahiran merupakan kemenangan yang luhur-mulia dan dipuja semua orang”.
Dengan demikian cintailah kedua orang tua kita dengan kasih sayang yang tulus seperti mereka memberikan kasih sayang dan pengorbanan untuk membesarkan kita. Jangan menelantarkan dan mengabaikan orang tua sebab akan melukai hati mereka dan nantinya kitapun akan menderita dengan penyesalan dan kesedihan. Perlakukanlah dan rawatlah mereka dengan kasih sayang.
=======
"Your Hand On Works But Your Heart On God "
=======
Welcome
“Pinandita Sanggraha Nusantara”
sebagai wadah pemersatu
Para Pinandita/Pemangku/Wasi/Dukun
di seluruh Nusantara.
Kalender Bali
Profile
Basic Info
Religion & SpiritualtyContact Info
email:sanggrahanusantara@gmail.com office:Pinandita Sanggraha Nusantara "Pura ADITYA JAYA" Jl. Daksinapati No. 10 Rawamangun Jakarta Timur Telp:(+6221) 7098-3858, 770-3574, 546-3858 Fax:(+6221) 546-3811 Bank BRI Cab. Pancoran Jakarta Rekening Britama Nomer : 0390-01-001235-50-8 Bank Mandiri Cab. Jakarta KP Pertamina Rekening Giro Nomer : 119-0004754048 DONASI/PUNIA ANDA SANGAT BERARTI dan BERMANFAAT BAGI PENGEMBANGAN PINANDITA SANGGRAHA NUSANTARA |
Bagaimana blog PSN sekarang?
Tuesday, May 26, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Katagori
- Article (79)
- Asuransi PSN (2)
- Events (4)
- Pengumuman (17)
- Profile (10)
- Program (2)
- Pustaka-Pustaka (23)
- Religion (11)
- Sarati Banten (1)
- Tirtha Yatra (2)
- Umum (7)
Blog Archive
-
▼
2009
(115)
-
▼
May
(11)
- Aplikasi Nilai Tat Tvam Asi Dalam Kehidupan
- JANGAN SIA-SIAKAN HIDUP INI !
- Mencari Damai
- Hidup Adalah Persaingan-Berjuang lah! (Pesan seora...
- Cakra Indigo
- TIGA KUNCI RAHASIA UNTUK MERAIH SUKSES
- Spiritualitas dalam Praktek, Balancing of Mind, Bo...
- Silakramaning Aguron-guron-3
- Konsepsi Ketuhanan Dalam Hinduisme (Siva Tattva)
- Isvara
- JIWA
-
▼
May
(11)
No comments:
Post a Comment