Wednesday, April 29, 2009

Silakramaning Aguron-guron-2

1.b. Om awignam astu

Nihan sila kramaning aguruan-guruan, haywa tak bhakti ring guru kita sang sewaka dharma, haywa iman-iman, haywa amilu angumpet ring guru, haywa tan jati tuhum haywa tan satya tuhu, haywa gidek tampaking guru unguhaning ararahup, haywa nikelaken tuduh, haywa konkon guru, haywa lungguh palungguhaning guru, haywa tiba ring areping guru, haywa megat-megat wecananing guru, saban riya dening panon juga,sahadania pengenaning tumurunga juga, haywa kita amet sandikania, makadi alalawanan walu waluning guru, dahat pataka denta tan paangucap pwa sambi mungkur, sambi miang, yata milu kasembah anaking guru. Matangnian hana guru putra putri, innutaken de sang yogiswara ring sang sewaka dharma ring sang guru putra guru putri, lamun sang sewaka dharma malungguh, haywa tan mineh angadeg ring natar, sang guru putra muang sang guru putri, yan alungguh haywa ring urinta, kauri dening wong lian kawasa, maweh teda maweh sepah tan kawasa ring sang guru putra mwang sang guru putri, anepak tan kawasa.

1.b.Om, semoga tidak ada rintangan.

Inilah tata krama berguru. Janganlah engkau yang menuntut ilmu tidak bhakti kepada guru, jangan ragu-ragu, jangan memakai guru, jangan tidak jujur, janganlah tidak sungguh-sungguh setia, janganlah menginjak bayangan guru pada tempat mencuci muka, jangann menolak perintah guru, jangan memerintah guru, jangan duduk di tempat duduk guru, jangan merebahkan diri dihadapan guru, jangan memotong pembicaraan guru, bila bertemu guru jangan menatapnya. Bila guru sedang berdiri atau berjalan maka menghormatlah. Jangan menentang perintah guru, begitu juga terhadap istri guru, sangatlah celakanya, jangan berkata sambil membelakangi (guru), (atau) sambil berjalan. Begitu pula putra putri guru patut dihormati. Itulah sebabnya ada yang disebut guru putra dan guru putri, diteruskan oleh orang yang bijaksana kepada orang yang sedang menuntut ilmu pada guru putra dan guru putri. Jika murid duduk (di atas?) janganlah guru putra dan guru putri diijinkan berdiri di halaman. Kalau (guru putra dan guru putri) duduk janganlah diberikan duduk dibelakangmu. (Tetapi) dibelakangi oleh orang lain boleh. Tidak boleh memberikan makanan dan sisa (makanan) kepada guru putra dan guru putri. Dan lagi seorang murid tidak dibolehkan menendang (guru putra dan guru putri).

2.a. pwa sang sewaka dharma waneh, anilib mundur kasilib, apan pametuning papa makuweh pametu hayu makedik, apan sang sewaka dharma tan abhakti ring pasamuaning wang, tan wruh ya maka papa dahat wiku anilibaken rat, nga, tan urung amanggih papa mageng sarirania; hana ya wiku mangurusuk, nga. Gawenia saungguh-ungguhan, saparan-parania den jajaken pangawruhe mwang dharmane margine wang atuniriya apan ya mangkana, mangalap ya ring padania wang, papania tan den tolih pagawenia, mamet boga sada suka girang yan sinembah dening padania wang, andudul, angempani, anyunyukul ring wang muda, anggotok

2.a. Janganlah mencuri dan menggelapkan (milik guru), karena hal ini lebih banyak akan mengantar orang pada dosa, sedangkan sedikit yang mengantar orang pada kebaikan. Bila siswa tidak hormat kepada orang banyak, oleh karena tidak tahu, itulah dosa (wiku) yang tersesat. Wiku demikian disebut “wikayanilibaken rat (wiku yang mencurangi masyarakat)”, sudah tentu badannya akan mengalami penderitaan besar. Ada wiku yang berhati jahat (mengurusuk), pekerjaannya mengajarkan ilmu pengetahuan dan dharma pada suatu tempat yang dilewati, (maksudnya) adalah agar masyarakat mempersembahkan sesuatu kepadanya, (hal seperti ini sama) dengan mengambil milik orang lain, dosa dari perbuatannya tidak dapat dilihat, mengambil makanan dan ia sangat senang sekali bila dihormati oleh masyarakat, memanas-manasi, mengampuni dan memperdaya orang bodoh, memukul dengan bukan main (kerasnya),

2.b. tan sipi - sipi, papa den temui yan mangkana; ika ta silakrama, nga. Tan

ambahen de sang sewaka dharma, agung dahat papanika. Nihan tingkahing guru lawan sisya, sisya ateguh ing tuhu tan panikelaken tuduh sang guru, yan anasaraken papa sang guru yan mangkana. Sang guru awarah ring yukti, sisya yang mangkana; apan tunggal kang amet lan kang pinet, muwang pada rupania, papa papania muwang swargania, apan yan sang guru mangumpet ring sang sewaka dharma, dahat denta maneneya sang sewaka dharma juga teguhing tuhu, papa sang guru yan mangkana, apan ya yen hana luput ingsun sewaka dharma, wenang sang guru sumaputana ring sisya, den kadi sela saking katampaken toya, piar piar piar, yata menggal saking manih, mangkana topamania benduning sang guru lawan sisya, hana pwa dosania dosa pati, yeka ta wenang sisya kambangan.



2.b. Bila demikian maka dosalah yang akan ditemukan. Prilaku demikian adalah tidak layak bagi seorang siswa, karena prilaku demikian amat besarlah dosanya.

Beginlah sepatutnya hubungan guru dengan siswa (Sisya) harus memegang teguh kebenaran, tidak menolak perintah guru. Apabila menyimpang maka guru akan (turut) berdosa. Guru mengajarkan yang benar tetapi murid tidak berpegang kepada yang benar dan menolak perintah (guru). Murid yang demikian sangat besarlah dosanya, (demikian pula dosa gurunya) karena sama antara yang menerima dengan yang memberi, (baik) rupa. Dosa dan sorganya sama. Bila guru memakai siswanya dengan tidak senonoh, sedangkan berpegang teguh pada kebenaran (tidak bersalah), maka berdosalah guru yang demikian. Bila siswa ada kekeliruan dalam menuntut ilmu, patutlah sang guru memperingatkan sisya tersebut. (Kemarahan guru tersebut) seperti halnya batu kering kejatuhan air, airnya akan segera mengering lagi, demikianlah umpamanya kemarahan guru kepada sisya. Ada kesalahan yang hukumannya demikian hanya boleh “dikembangkan” (dipecat?)



3.a. dening sang guru wang sanaknia sandaken kabeh tan wenang wano iriya, yeka papania mageng dahat. Hana pwa ya wang mahutang ayaban ring sang pandita, padedenia ngayabiya, panaurania anikel anggulung de sataurania mautang ayaban ring padania wang tiwalaka, sapangayabania maka utang ayaban, muwang manduungaken masangketa ring sang pandita, muwang ring padania wang.

Nihan sang sewaka dharma yan denggi ring sisya, angiloni aneluh anaranjana, andesti amisiani tan urung papa dadi yan dasaring kawah, papa ika.

Iti silakrama, warahana maring kayosihan rusit ing rusitika, yadian kurang apangrasa, lamun imiring sasasaning silakrama pada dening sida mentas; yan ahyun wruha telasaning pangrasa, yan tan amutani ring silakrama, pada denia papa ika. Makadi wruha telasaning pangrasa kang ginuru maka nguni ika ta anut sasasaning silakrama.

3.a. saja oleh sang guru, dan sanak saudaranya tidak dapat menasehatinya, maka sangat besarlah dosa sisya yang demikian. Ada orang yang berhutang sesajen kepada pendeta, ia sendiri menikmati persembahan itu, maka harus dikembalikan berlipat ganda. Bila berhutang persembahan kepada sesama “walaka” maka “ayaban” (persembahan sajen) pula sebagai pengembaliannya.

Orang yang sedang menuntut ilmu apabila dengki kepada sisya (lain), membantu menyihir, menjalankan ilmu hitam menyakiti, sudah tentu akan menjadi dasar neraka orang yang hina itu.

Inilah silakrama, ajaran yang sangat sulit. Meskipun kurang dipahami, akan tetap bila diikuti segala ajaran silakrama (tersebut) maka akan memperoleh kesuksesan. Apabila ingin mengetahui inti ajaran ini, janganlah mengelabui ajaran silakrama ini, sama seperti riwayat orang-orang hina itu. Bila ingin mendalami inti ajaran yang diajarkan ini, pertama-tama harus diikuti ajaran silakrama ini,



3.b. tan urung sida mukseng sarirania juga, utama dahat ika apan sang sewaka

dharma, tan panikelaken tuduh sang guru yadiapi sang sewaka dharma kinon de sang guru, lumabuhing bahni juaala muang ring jroning samudra, muwang durganing aparang aparung. Yadian manjinga ring wiwaraning mong, laklakaning naga ndatan jerih sang sewaka dharma, tekap aperempuha ring kana;

yan pangutus sang guru wenang lakonanan yan mangkana, yadian gawenia abang abiru, tan merasa sang sewaka dharma, mangkana kramania; tan urung yan dunga ring anuprama, yadian tan wruha rahasia warah prasida lepas, sarira sang sewaka dharma yan mangkana.

Nihan hana wang manandang bawa, sakaluwiraning bawania, gurune kang aweh bawa durung abawa, tan wenang maweh bawa ring sisya; yan mangkana pada papania kang abawa kalawan kang aweh bawa, hana wang anandang bawa, tan hana kang aweh bawa, anuwikoni

3.b. (jika demikian) pasti akan dapat menghilangkan papa dirinya. Hal ini sangat mulia, karena pengabdi dharma tidak pernah menolak perintah guru, meskipun disuruh masuk oleh guru kedalam kobaran api, kedalam samudra atau jurang yang sangat berbahaya. Meskipun juga disuruh masuk ke dalam sarang harimau atau ke mulut naga tidak takutlah sang pengabdi dharma.

Bila sudah perintah guru patut dilaksanakan, meskipun tugas itu cukup berbahaya. Sepatutnya itu tidak dipikirkan oleh si penuntut ilmu (pengabdi dharma). Memang demikianlah sepatutnya. Bila demikian, badan sipenuntut ilmu itu akan mencapai moksa meskipun ia tidak mengetahui hakikat ajaran itu.

Ada orang memakai bawa (gelung pendeta), segala bentuk bawa, guru yang memberikan bawa kepada (sisya) yang belum berhak memakai bawa, semestinya (guru) tidak boleh memberikan bawa kepada murid (yang belum berhak memakai bawa). Sebab sama dosanya antara orang yang memberikan bawa dengan orang yang menggunakan bawa. Demikianlah pula ada orang menggunakan bawa, tidak ada yang memberikan (mengijinkan), mengatakan diri seorang pendeta,





4.a. awaknia dewek, /ika ta ageng dahat papania, mapan sira sang wiku juga

mangwikun padaning wang,

Hana pwa ya wiku malaki marabi, ikang wadon manandang bawa waluwang, ikang lanang mananandang jata ya muradia, mabusana wulung ya kang lanang manandang bawa aluwang, kang wadon mabawa jata muwang amundi, yeka welang weling, nga, dinenda pateng iwu, mwang angemasi papa sarirania.

Wiku lanang arabi walaka, wiku wadon malaki walaka, daluwang anemu sigi, nga, dandania walung iwu, lian angemasi papa sarirania iti silakrama tinuutaken dening sang pandita.

Nihan wuwusa/ira sang mahahuta, luiring aparab amarabana sisya, saka senenging juga parabnia, apan tan hana wang sida lepas dening parabnia; kewala arab-irib, ika ta upamania kadi angganing rare metu saking bagawasa, yeka pinakaryaken arania. Dening rama renania. Yan tan sanaknia tua, wenang maweh aran maring arinia, matangian sanak atuha wenang maweh parab maring arinia, matangian sanak atuha wenang maweh parab maring sanak anom, mangkana

4.a. orang yang demikian sangat besar dosanya, sebab hanya sang pendetalah yang berhak sebagai pendetanya masyarakat. Ada pendeta suami istri, yang perempuan memakai “bawa daluwang” yang laki memakai “jata mundia”. Yang laki berpakaian hitam menggunakan “bawa daluwang”, sedangkan yang perempuan menggunakan “jata amundi”. Itulah yang disebut “welang-weling” (berselang-seling). Pendeta demikian akan didenda 4000, dan badannya akan mendapat siksa.

Pendeta laki-laki mengawini walaka, begitu juga sebaliknya pendeta perempuan bersuamikan walaka disebut “daluwang anemu sigi”.patut didenda 8000 dan badannya patut mendapat siksa. Inilah silakrama yang (harus) diikuti oleh sang pendeta.

Inilah ucapan orang bijaksana perihal nama dan pemberian nama seorang siswa. Nama itu diberikan bukan karena atas dasar senang saja, sebab nama itu tidak bisa lepas dari orangnya. (karena itu tidak bisa) hanya dengan mungkin atau barangkali saja (mirib). Sebagai umpama seorang bayi yang baru lahir dari rahim ibunya, lalu dibuatkan nama oleh ayah ibunya, saudara tua dapat (boleh) memberi nama adiknya. (ini berarti) seorang saudara yang lebih tua dapat memberikan nama kepada saudaranya yang lebih muda.



4.b. luiring tindak duk asanak, kawasa maweh lalayangan, ika luiring parab. Apan

tan kalinganing bawa, nga, sakehing busana luirnya; ketu agung, apopol, akeketon, ababaron, adaster, abebed sirah, amumutut, amundi, aketu, jiata, aketu ganit, agimbal, angure, angababadong, aburarak, anyamara, amalaka ameting amrebu, anyendong, ambolot, akuris, ika bawa, nga, busana, nga, asampot, aganitri, abairi, agundala, magudoa, makanta brana, makarna malia, amakuta, masawit, mawedihan muwang madodot, asabuk acota, akabut, anyelot, ampek-ampek, amuda, ya bawa ya busana apa ta ika, tan hana sang mataki-taki sida lepas muang mentasa sakeng kene dening busana muang bawa,

4.b. Demikianlah perihal tingkah laku orang bersaudara, (yang tua) dapat memberikan “lalayangan” (layang-layang kepada adiknya yang lebih muda). Demikianlah umpamanya dalam memberi nama. Apakah yang dimaksud dengan bawa ? (Bawa) adalah semua jenis pakaian yang meliputi : ketu agung (mahkota kebesaran pendeta), apopol, akeketon, ababaron, memakai destar, memakai ikat kepala, amumutut, amundi, aketu, jiata, aketu ganit, agimbal (rambut digembal), terurai, memakai badong, aburarak, antamara, amalaka, ameting, amrebu, anyedong, ambolot, akuris, itulah yang disebut bawa. Yang disebut busana antara lain : sampet, ganitri, bairu, gundala, gudoa, hiasan leher (kantabrana), hiasan telinga/anting-anting, amakuta berselempang, memakai hiasan dari emas dan permata, dan kain, ikat pinggang, ujung kain dijuntai (lancingan), anyelot, ampek-ampek, amuda. Kesemuanya itu adalah bawa dan pula busana. Kenapa demikian? Karena tidak ada orang yang mulai mempersiapkan diri untuk belajar sudah dapat melepaskan diri dan membebaskan diri dari apa yang disebut bawa dan busana,
bersambung.........
=======
"Your Hand On Works But Your Heart On God "
=======

1 comment:

  1. menarik, ternyata para pandita dan pinandita di Bali sungguh dituntut memiliki standar perilaku dan moralitas yang tinggi. Umat Hindu di Bali layak bangga andaikan semua pandita dan pinanditanya seperti ini. Kita yakin dapat mempercayakan kelestarian dan perkembangan Hindu di masa depan kepada beliau-beliau ini.
    Bila tertarik mengenal Hinduisme terutama dari pandangan Vaishnava tradisional, silakan kunjungi http://dharmadvar.blogspot.com
    Terimakasih

    ReplyDelete