Thursday, July 16, 2009

UPACĀRA MANUSIA YADNYA – (NARA YADNYA)

Oleh : Jro Mangku Made Sudiada


Om Swastyastu,

Om Agni Wijaya Jagatpati ya namaha, Om Visvadeva ya namaha, Om Aim Kalim namo Durgayai namaha, Om Shri Guru Bhyo namah Harih Om, Namame smaranam padame sharanam


A. Pendahuluan Nara yadnya

Ajaran Agama tidak cukup hanya diketahui dan dimengerti saja, harus dibarengi dengan penghayatannya, dari semua itu pengamalan dalam bentuk perilaku sehari-hari kita di dalam bermasyarakat itulah yang paling utama. Semakin sering kita sembahyang, beryajña, membuat Upakāra hendaknya kita dapat meningkatkan sikap, moral dan perilaku kita menuju kualitas yang lebih baik dan benar sesuai dengan kaidah Dharma. Karena setiap Upacāra dan Upakāra yang kita buat pada dasarnya merupakan penjabaran ajaran agama dan memiliki hakekat sebagai pembelajaran diri, dalam menata hidup dan kehidupan sehingga dapat meniti ke tujuan utama kelahiran ini, yaitu ”Mokshartam Jagadhita”

Setiap Upacāra (proses untuk mendekatkan diri dengan Brahman) agama selalu disertai dengan Upakāra (sarana yang dipakai sebagai media pemujaan Brahman), baik dalam wujud kecil (sederhana/kanistama), menengah (madhyama) maupun besar (mewah/uttama), hendaknya dibarengi dengan memahami akan tujuan Upacāra tersebut dan memahami makna Upakāra nya. Oleh karena itu Upacāra dan Upakāra harus mengacu kepada sastra-sastra agama, bukan hanya dilandasi dengan ”Gugon Tuwon, Anak Mula Keto” untuk itulah dalam topic Nara Yadnya ini mari kita mulai membedah tema tama yadnya yang kelihatanya kurang mendapat perhatian dalam pemaknaanya sehingga kental sekali dengan nuansa Tenget dan mule keto khususnya yang berkaitan dengan Ritual upakaranya

Bila dihayati secara mendalam, banten merupakan wujud dari pemikiran yang lengkap yang didasari dengan hati yang tulus dan suci. Mewujudkan banten yang akan dapat disaksikan berwujud indah, rapi, meriah dan unik mengandung simbol, diawali dari pemikiran yang bersih, tulus dan suci. Bentuk banten itu mempunyai makna dan nilai yang tinggi mengandung simbolis filosofis yang mendalam. Banten itu kemudian dipakai untuk menyampaikan rasa cinta, bhakti dan kasih terutama yg dipergunakan untuk Nara Yadnya.

Apa itu Manusia/Nara yadnya Kenapa ada manusia yadnya……?.

Manusia yadnya merupakan korban suci yang dilaksanakan dengan cara tulus dan ihklas yang berkaitan dengan siclus pertumbuhan dan perkembangan manusia, dari mulai dengan petemon kame Bang kelawan petak ( predana & Purusa ) sampai dgn Wiwaha samskara.

Dalam hindu ada suatu sradah yang mengatakan bahwa kita menjelma sebagai manusia dengan dibekali tiga hutang ( Tri Rna ) dan kemudian merupakan kewajiban kita untuk melunasinya yaitu :

1, Dewa Rna – Pencipta alam semesta dengan segala isinya termasuk manusia, Binatang, tumbuh tumbuhan ( sarwa prani hitang karah ) ada unsur Dewa dan Alam semesta shg hal ini kemudian Dilunasi dengan Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya

2. Pitra Rna - disini ada unsur Pitatara / Leluhur kemudian ada unsur samsara turunan, sehingga selain kita melakukan Pitra yadnya juga memberikan yadnya kepada keturunan kita yang merupkan leluhur kita yang sudah mengambil wujud samsara.

Dilunasi dengan Pitra Yadnya dan Manusia Yadnya

3. Rsi Rna - Dilunasi dengan Rsi Yadnya



B. Tujuan Nara Yajña

Tujuan pokok NaraYajña, antara lain:

1. Sebagai sarana untuk menciptakan keseimbangan (tri Rna- khususnya Pitra Rna).

2. Untuk menjabarkan dan menyebarluaskan ajaran Veda yang bersifat rahasia

3. Sebagai sarana menyeberangkan Ātma untuk mencapai Moksha

4. Sebagai sarana untuk menyampaikan permohonan kepada Hyang Widhi.

5. Sebagai sarana untuk menciptakan suasana kesucian dan penebusan dosa.

6. Sebagai sarana pendidikan yang bersifat praktis (Ida Pandita Mpu Jaya Wijayananda)



C. Landasan Nara Yajña:

Setiap Yajña yang ingin dibuat/diadakan harus memenuhi kriteria yang terdapat dalam Veda, hal ini dimaksudkan agar yajña tersebut berkualitas Śāttvam, karena hanya kualitas yajña yang Śāttvamlah yang dapat menghantarkan orang yang mengadakan yajña mencapai kemanunggalan dengan Brahman, adapun landasan yajña sesuai dengan Manavadharmasastra, VII.10, yaitu:

1. Iksa; tujuan yang ingin dicapai melalui yajña tersebut harus jelas

2. Sakti; harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan yang dimiliki, baik kualitas SDM, maupun pendanaannya, jangan sampai meninggalkan hutang.

3. Desa; disesuaikan dengan tempat dimana yajña itu akan dilakukan, kearifan daerah setempat (lokal genius) harus dihargai sehingga tidak ada kesan pemaksaan

4. Kala; situasi atau keadaan wilayah, masyarakatnya juga harus diperhatikan sehingga yajña tersebut efektif dan efisien serta bermanfaat positif

5. Tattva; harus merujuk pada ketentuan sastra agama baik Sruti, Smrti, maupun Nibandha.

Disamping hal tersebut di atas, agar yajña tersebut berkualitas Śāttvam harus memenuhi standar/mutu seperti apa yang telah ditetapkan dalam Bhagavadgītā, XVII. 11-14, yaitu:

l Sraddha; dilakkan dengan penuh keyakinan dan kemantapan hati

l Sastra; sesuai dengan petunjukk sastra

l Gita; terdapat lagu-lagu pujian kepada Hyang Widhi

l Mantra;terdapat doa-doa pujaan yang dihaturkan untuk memeuliakan Hyang Widhi

l Lascarya; dilakukan dengan penuh kesadaran dan ketulusan hati

l Daksina; pemberian penghormatan berupa rsi yajña kepada Sang Sadhaka (pandita/pinandita)

l Annaseva; menjamu dengan senang dan tulus setiap tamu dengan makanan dan minuman yang menyehatkan badan dan rohani

l Nasmita; tidak ada unsur pamer atau jor-joran.



E. Tujuan Upacāra Nara yadnya

Secara umum tujuan diadakanya Upacāra Nara yadnya menyangkut empat hal, yaitu:

1. Yang bersifat umum dan kepercayaan adalah: untuk melenyapkan pengaruh yang kurang baik kepada anak anak kita; mengundang atau menambahkan pengaruh-pengaruh yang baik dan memberikan kekuatan; untuk memperoleh tujuan hidup sekala-niskala; sebagai pernyataan umum yang dimaksud menurut tujuan Upacāra itu sendiri.

2. Sebagai pembinaan moral (budhi kepada anak anak kita) sehingga memungkinkan berkembangnya sifat-sifat: welas asih dan pengampunan; tahan uji; bebas dari iri hati; meningkatnya kesucian rohani; wajar dan tenang dalam menghadapi segala cobaan hidup; suka berderma dan tidak rakus/lobha.

3. Untuk pengembangan kepribadian anak anak kkita dari Avidya (kegelapan bati) menuju Vidya (memiliki pengetahuan) menuju Vijñana (bijaksana) menuju Kstrajña (kesadaran illahi).

4. Untuk pengembangan spiritual sehingga terbebasnya Ātma dari belenggu samsara atau manunggaling kawulo lan gusti



F. Jenis Jenis Nara Yadnya secara garis besarnya adalah sebagai berikut

1. Pagedong – Gedongan Prenatal education Ceremony

2. Bayi Lahir – Ritual Pemendeman ari ari / Placenta

3. Puput Puser – Batas Cuntaka sang ayah.

4. Pelepas aon – Bayi suci semua damah sudah dianggap hilang sekaligus

pemberian nama serta pemasangan gelang Tridatu

5. Dedinan Syiklus pancawara dan saptawara ketemu ( satu bulan 35 hari )

6. Tutug akambuhan 42 hari, batas cuntaka sang istri

7, Tiga Bulan ( 105 ) hari

8. Wetuan – Otonan 210 hari

9. Menek bajang – Rajasewala Ngeraja singa

10. Potong gigi – Mepandes.

11. Wiwaha sanskara.


Demikian kupasan upakāra Narayadnya, sehingga dengan pemahaman ini dapat menumbuhkan kesadaran, keyakinan, dan kemantapan umat Hindu dalam membuat dan menghaturkan Nara yadnya dan melaksanakan ajaran Narayadnya agama Hindu yang penuh dengan simbol-simbol, sehingga dapat mengikis dogma “Anak Mula Keto”, di masa yang akan datang. Dan yang terpenting umat dapat menjadi sumber tauladan bagi keluarga dan anak-anaknya, dengan memberikan pelatihan secara konfrehensif sebagai bentuk kepedulian akan tradisi Veda yang penuh dengan Nyasa/simbol, serta dalam penerapan Sistem Pembelajaran Tuntas. Dengan demikian akan terlahir umat yang memiliki kualifikasi kecerdasan IQ (kecerdasan intelek), EQ (kecerdasan emosional), SQ (kecerdasan spiritual), ETQ (kecerdasan etetika) sehingga eksisitensinya sebagai umat Hindu tidak akan memudar.



Om Shanti Shanti Shanti .....

No comments:

Post a Comment