Monday, February 22, 2010

AJARAN SRI RAMA

Berdasarkan “Serat Rama” atau Ramayana Kakawin, yang disadur oleh pujangga Yasadipura I dan diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia oleh Kamajaya.

BARATA BERTAKHTA SEBAGAI RAJA AYODYANEGARA MELAKSANAKAN AMANAT DAN AJARAN SANG MAHA BIJAKSANA RAMAWIJAYA :

“Ketahuilah adinda, bahwa raja yang memimpin negara adalah pemimpin masyarakat dan sekaligus rakyatnya. Raja berkewajiban pula menjaga seluruh dunia.

Pedoman sebagai pegangan raja menjalankan kebijaksanaan adalah sebagai berikut:
1. Perhatikan dan ikutilah ajaran-ajaran kesatriaan. Peganglah sebagai pedoman kitab-kitab suci dan ikutilah perintah dalam kitab-kitab agama. Dengan berbuat demikian, niscaya akan datang kebahagiaan kepadamu.

2. Peliharalah rumah-rumah Dewa (agama), yang suci, rumah-rumah sakit dan tanah milik bangunan suci.

3. Peliharalah biara-biara dan perhatikanlah tempat-tempat suci dan rumah pedewaan. Jalan, pasanggrahan, air mancur, telaga, empang, tambak, pasar, jembatan dan segala apapun juga yang dapat membawa kesejahteraan rakyat, itu wajib adinda selenggarakan.

4. Pertanian wajib dikerjakan oleh raja dengan penuh perhatian terus-menerus. Dari pertanian ini datanglah segala macam bahan pangan yang sangat penting untuk negara.

5. Perbesarlah jumlah emas (harta) untuk biaya yang menuju kearah terjaminnya kebahagiaan. Adinda dapat mengeluarkan emas dan harta sesuka hatimu, asal saja untuk kebahagiaan rakyatmu. Ini berarti, bahwa dengan menjalankan darma (amal perbuatan), adinda juga membawa kebahagiaan untuk orang lain agar mengecap kenikmatan bersama.

6. Raja yang dihormati rakyat ialah raja yang tahu suka duka rakyatnya dengan sempurna dan terus menerus, begitu pula usahanya untuk mendengarkan kesusahan yang diderita oleh seluruh rakyat di negaranya. Sebab inilah kewajiban abadi seorang raja.

7. Tolonglah setiap orang diantara rakyatmu yang mengajukan keluh kesahnya dan janganlah diam. Adinda tidak boleh menghina siapapun juga, bahkan terhadap seseorang yang rendah sekalipun. Jangan menghina mereka yang minta pertolongan.

8. Cobalah untuk menjalankan kebijaksanaan pemerintahan yang baik, wahai adinda. Pertajamlah hatimu dan jadikanlah hal ini sebagian dari kebijaksanaanmu.

9. Susunlah rencanamu untuk waktu yang akan datang guna memelihara dunia dan menjamin berlangsungnya keamanan dan ketertiban.

10. Periksalah angkatan perangmu dan berilah latihan kepada tentaramu dan perhatikantah tentang kemahirannya. Siapa diantara mereka yang memperlihatkan kecakapan yang lebih dari yang lain, ia wajib dinaikkan pangkatnya. Sebaliknya yang memperlihatkan kekurangannya, wajib dilatih lebih mendalam.

11. Latihlah gajah, kereta perang, begitu pula kuda dan siapkanlah itu untuk menyerang.

12. Masukkanlah musuhmu dalam perangkap dan binasakanlah mereka itu dengan tali pemukulmu, sehingga mereka itu binasa seperti air yang mengering. Seranglah musuhmu dengan segala jalan dan segala perhitungan. Janganlah kamu tunda pembasmian orang-orang jahat.

13. Pahlawan yang dikatakan tidak ada bandingannya ialah apabila ia memiliki kekuatan seperti singa yang ditakuti dan apabila ia membunuh musuh dengan tepat.

14. Jauhkanlah dirimu dari orang-orang yang mempunyai perangai jahat, karena mereka itu menimbulkan kerusakan dan menyebabkan negara menjadi mundur. Bila adinda bersama mereka, maka pegawai yang baik menjauhimu, sedangkan teman-temanmu makin jauh dan musuhmulah yang dekat kepadamu.

15. Seorang pegawai itu buruk apabila ia acuh. Dengan demikian ia tak tahu hormat dan melanggar sopan santun. Ia dapat diumpamakan sebagai kambing yang takut dan hormat kepada pohon yang miring, ia dengan gembira memanjatnya dan dengan seenaknya serta tidak ragu-ragu berlari-lari diatas batangnya. Pegawai jahat niscaya akan kelihatan dan jangan menaruh kepercayaan kepadanya.

16. Perhatikanlah gerak-genik mereka yang mengabdi kepadamu sebagai pegawal. Selidikilah tentang kepandaiannya dan kesetiaan mereka terhadap kamu. Apabila ia bertabiat baik dan memiliki sifat-sifat baik, ia harus kamu hargai, sekalipun ia masuk keturunan rendah. Lebih utama apabila kamu terima seorang dan keturunan baik-baik.

17. Perhatikan dan selidikilah sikap segala pegawaimu apakah mereka itu berpengetahuan dan tahu tentang kenegaraan dan pemerintahan, patuh dan berkelakuan baik, apakah tidak bohong dan berbakti serta taat dalam pengabdiannya kepadamu, kepada negara, dan apakah mereka tidak jahat?. Dalam hal ini adinda harus mengetahui apa yang buruk dan apa yang baik. Adinda dapat mencegah mereka dari perbuatan yang menyesatkan.

18. Setiap orang pegawal wajib tahu tentang kepegawaiannya dan ia harus setia kepada pemerintahnya. Begitu pula ia harus tahu tentang pekerjaannya dan tidak segan untuk membuat pekerjaan baik.

19. Janganlah lekas-lekas memberi hadiah kepada pegawai, sebelum adinda menyelidikinya. Apabila adinda memberi sesuatu kepadanya, berikanlah kepadanya lebih dahulu suatu tugas, sehingga mencapai hasil. Jika terbukti, bahwa ia tetap pendiriannya untuk mengabdikan dirinya kepadamu, ini berarti bahwa adinda disegani dan rakyatmu mencintaimu sebagai manikam yang sakti dan membawa kebahagiaan.

20. Apabila adinda tahu sungguh-sungguh yang adinda kerjakan, dapat dikatakan adinda memiliki pepengetahuan yang sempurna seperti Dewa-dewa. Siapa yang tahu tentang kepandaian, ialah yang disebut serba tahu.

21. Bebaskanlah diri dari hawa nafsu dan kedengkian. Jauhkanlah darimu dari kecemburuan dan bersihkanlah dirimu. Dengan jalan itu adinda akan di segani. Ketahuilah, bahwa raja yang memperlihatkan keangkuhan akan kehilangan kewibawaannya karena ditinggalkan oleh wahyunya.

22. Angkara murka wajib diberantas; demikian pula perbuatan tercela haus dibasmi.

23. Kekayaan lahiriah, harta, benda dan pangkat tidak boleh menimbulkan kemabukan lupa daratan. Semua itu boleh mendatangkan kesenangan yang terbatas.

24. Ajaran kitab-kitab Sastra harus dijalankan dengan tidak henti-hentinya. Sekalipun itu sukar dilaksanakan, namun setiap orang harus mentaatinya. Bilamana banyak orang taat dan tahu akan ajaran kitab-kitab suci serta berpegang kepadanya, maka mereka akan melahirkan pedoman kebenaran.

25. Tunjukkanlah keikhlasan hatimu apabila memberi hadiah kepada orang-orang brahmana dan pendeta yang terkemuka.

26. Cobalah selalu tenang dan berbelas kasihan dan janganlah menunjukkan ketakutan kepada apa dan siapa yang adinda takuti.

27. Jangan berdusta, sebab dusta menyebabkan kejahatan. Dengan demikian adinda akan menghadapi malapetaka dan akan dicela.

28. Apabila adinda mencela seseorang, kerjakan sendiri yang tepat dan janganlah adinda terlalu dikuasai oleh hawa nafsu. Sabda raja harus sesuai dengan perbuatannya. Perjudian dan perbuatan hina jangan adinda kerjakan.

29. Basmilah kemabukan pikiran yang angkuh; hilangkanlah itu dari hatimu, sebab keangkuhan itu mencemarkan dan menyuramkan penglihatan.

30. Kesaktian dan kepandaian menyebabkan kebahagiaan dan kenikmatan. Untuk memiliki kedua hal itu bukanlah ringan. Orang-orang baik yang berpengetahuan dan faham tentang kitab-kitab ini patut adinda hargai. Apabila adinda memiliki beberapa macam kepandaian, pastilah rakyat mencintaimu. Jauhilah perbuatan mengadu domba dan pujian yang menyesatkan.

31. Apabila sesuatu kejahatan telah jelas bentuknya, bertindaklah apabila perbuatan itu memang salah,Binasakanlah orang yang berdosa. Akan tetapi selidikilah hal ini dengan sungguh-sungguh. Sebaliknya apabila ia berjasa, berikan kepadanya hadiah dan kepuasan. Inilah hak raja untuk memberi anugerah atau memberi hukuman.

32. Ada lima macam bahaya yang sungguh mengancam ialah:
1. Apabila ada pegawai yang dalam menunaikan tugas di daerah menderita karena terik matahari.
2. Adanya sejumlah banyak pencuri;
3. Apabila kekacauan dan kejahatan merajalela;
4. Adanya orang-orang yang menjadi dan dijadikan “anak emas” pembesar. Kejadian seperti itu dapat dianggap sebagai kejahatan; dan
5. Keangkara-murkaan raja.
Lima macam bahaya itu harus dibasmi atau dicegah sebelum timbul dan merajalela

33. Ketahuilah adinda Barata, bahwa raja dapat diumpamakan batara Surya yang memanasi dunia oleh sifatnya. Demikianlah halnya dengan seorang raja yang membinasakan orang jahat. Bulan memberikan rasa cinta dan disegani oleh seluruh dunia Begitulah juga hendaknya perbuatan raja dalam memperhatikan dan memelihara rakyatnya.

34. Sebagai raja adinda dapat disamakan dengan sebuah bukit, sedangkan rakyatmu diumpamakan pohon-pohonan yang tumbuh di lerengnya. Pohon-pohon itu hidup dan dijamin hidupnya oleh bukit.

35. Adindaku Barata yang tercinta, itulah sesama kewajiban adinda sebagai raja yang berusaha menjaga keselamatan dunia yang bahagia. Adinda wajib mempertinggi perhatian kepada orang lain dan menaruh belas kasihan kepada rakyatmu, dan seluruh kesukaran duniapun harus adinda perhatikan.

Demikianlah nasihat wejangan sang bijaksana Ramabadra kepada adinda Barata yang direstuinya duduk di atas takhta Ayodyanegara sebagai raja memimpin tampuk pemerintahan, memimpin masyarakat dan rakyatnya.

Setelah bersembah sujud dengan khidmat kepada Rama dan Sinta, dan setelah satria Laksmana menyembah Barata, maka dengan ijin dan restu serta puji jaya-jaya dan kakandanya sang Ramawijaya, Barata dengan segenap pengiringnya turun dan bukit Citrakuta, kemudian berangkatlah meninggalkan hutan menuju ke ibukota Ayodya.
Kewajiban sebagai raja telah menantinya. Dengan merayakan “terompah sang Rama” dan menerapkan ajaran sang bijaksana, maka aman sentosa sejahteralah Ayodyanegara dibawah pemerintahan raja Barata.


By : Alang-alang Kumitir

Wednesday, February 3, 2010

LONTAR PURWA BHUMI KAMULAN

PURWA BHUMI KAMULAN

PENGANTAR
Om Swastyastu
Semoga dapat menambah kasanah pengetahuan kita semua

Purwa Bhumi Kawulan termasuk kelompok lontar Tattwa. Lontar ini berisi ajaran tentang penciptaan dunia yang diuraikan secara mitologis. Seluruh ajarannya bersifat Siwaistik. Pokok-pokok ajarannya sebagai berikut :
o Bhatara Bhatari adalah dua sumber kekuatan yang mula-mula ada. Dari kekuatan yoga Bhatari terciptalah Dewata, Panca Resi, dan Sapta Resi sebagai isinya dunia.
o Pada tahap berikutnya barulah diciptakan dunia. Gangga tercipta dari cucuran keringat. Samudra tercipta dari garam yang keluar dari badan. Prathiwi tercipta dari
garam yang keluar dari badan. Selanjutnya Sanghyang Dharma menciptakan “Mahapadma”, Matahari, Bulan, Panca mahabutha dan Catur Pramana.
o Setelah itu, Bhatari Uma merubah wujudnya sebagai Durga. Bulu-bulu badannya diciptakan sebagai Kala sumber kejahatan didunia. Dengan kekuatan yoganya, Durga
menciptakan semua isi samudra (ikan dsb.nya).
o Bhatari Guru kemudian turun ke bumi sebagai Bhatara Kala karena tertarik oleh kekuatan pandang Bhatari Durga. Dan dengan kekuatan yoganya Bhatara Kala menciptakan Kala. Manusia adalah santapan Bhatara Kala. Manusia yang disantap adalah :
o Orang yang lahir pada wuku carik (wuku wayang).
o Kadana Kadani (kembar siam)
o Bersaudara Lima
o Tunggak Wareng (tus tunggal)
o Unting-unting (?)
o Uduh-uduh rare bajang (?)
o Selanjutnya Bhatara Kala turun ke dunia membuat tempat pemujaan. Begitu pula Brahma, Wisnu dan Iswara diperintahkan turun ke dunia. Brahma sebagai Brahmana. Wisnu sebagai Bhujangga. Iswara sebagai Resi.
o Brahmana, Bhujangga dan Resi diberi tugas oleh Bhatara Kala menghaturkan sesaji kepada dirinya dan Bhatari Durga dan meruwat sepuluh jenis kekotoran (manusia).
o Itulah permulaan manusia memuja Tuhan. Bhatara Kala dan Bhatari Durga tidak lagi menyantap manusia. Rupanya yang mengerikan kembali seperti semula sebagai Guru dan Uma, kembali ke Siwapada.

TEKS

Om purwa bhumi kamulan, paduka Bhatari Uma; mijil saking limo-limo nira Bhatara guru. Mulaning hana Bhatari minaka somah Bhatara ; mayoga sira Bhatari.

Mijil ta sira dewata, Panca Resi, Sapta Resi; Kosika, sang Garga, Maitri, Kurusya, sang Pratanjala. Kosika wikan padyargha, sinapa dening Bhatara; mijil ta sang hyang Kosika, sakeng kulit sangkanira.

Mijil ta sira sang Garga, sakeng daging sangkanira; mijil ta sira sang Maitri, sakeng otot sangkanira. Mijil ta sang hyang Kurusya, sakeng balung sangkanira, mijil ta sang Pratanjala, sakeng sumsum sangkanira. Genep isi ning bhuwana, apan sampun winastonan; ingutus ikang Bhatara, kalih lan sira Bhatari.

Kinon sira (ng) gawa loka, neher sira sinanmata, kang wikan patengranira, sina pa de Bhatara. Kosika mlesat mangetan, matemahan dadi dengen, sang Garga mlesat mangidul, matemahan dadi sang mong.

Sang Maitri mlesat mangulon, matemahan dadi ula, Kurusya mlesat mangalor, matemahan dadi bwaya. Pratanjala mlesat (ring) madhya, matemahan hyang kurma raja, ingutus sang Pratanjala, tumurun manggawe loka. LUmampah nda tan parowang, ingutus Bhatari Uma; dening paduka Bhatari, tumurun sang Pratanjala. Neher amit anganjali, Bhatara lawan Bhatari, angadeg sireng pantara, awang-awang uwung-uwung. Tan hananing sarwa katon, tan hana ning sarwa umung. Ahening cipta Bhatari, alekas anggawe loka, maka daging ing bhuwana, kalih lan sang Pratanjala.

Karinget akuyu-kuyu, adres titis ing sarira. Tumiba mangkeng Bhatari, mijil ta Bhatari gangga. Mulanira duk samana. Asat karinget Bhatari; metu uyah saking awak, ginutuk ta sepet asin. Tumibeng Bhatari gangga, mijil Bhatari samudra; dinulu awak Bhatari, metu lemah saking awak. Tumibeng Bhatari samudra, mijil Bhatari prathiwi; sarimbag loning prathiwi, sa-payung lo ning akasa. Mulanira duk samana, mayoga ta sira muwah, alekas anggawe loka ……

Yoganira sanghyang Dharma mijil tekang maha padma, maka sesek ing bhuwana.
Mijil ta radtya wulan, maka suluh ing bhuwana; mijil lintang taranggana, maka tulis ing bhuwana. Mijil panca maha Bhuta, maka urip ing bhuwana; mijil ta catur pramana apah, teja, bayu akasa. Urip ing anda bhuwana sampun apasek; mangke punang jagat traya apan sampun sirayoga.

Dinelo Bhatari Uma, satampakira Bhatari: hana putih, hana abang, hana kuning, hana ireng. Kaget Bhatari Sri Uma, agila tuwon ing awak, neher masih nadah janma, mangerak masingha-nada; waja masalit masiyung, tutukilwir jurang parah ro; netra kadi Surya kembar, irung kadi sumur bandung; kuping Iwir leser ing pa (ha;roma…agimbal;awak awegah aluhur, luhur ira tan pantara; tutug ing anda bhuwana, tutug madhya ning akasa; sira ta Bhatari Durga, aranira duk samana.

Satinggal Bhatari Durga, ayoga saang wado Kala; wulune ginawe ala, lanang wadon warna nira. Pada sampun wnastonan, sampun pinugrahan aran, kunang tetendahanira, si cabora, si cabori, si bragla, si bragali, si sanaka, si sanaki, si durana, si durani, si kaleka, si kaleki, si gondala, si gondali, si betala, si betali, garbhayaksa, garbhayaksi, galungan panadah Kala. Pangawaking Kala braja, besawarna mandi-jati, pepelika, pepeleki, agung alitwarna nira.

Yoga ning Bhatari Durga; ri sampunira mayoga, lumebu sireng samudva, mayoga sira irika. Isining dalem samudra, mijil tekang sarwa rupa, duyung kuluyung lan prang-prang, tangiri Kalawan buntek. Tan ilang takonakena.

Genep kabeh punang warna, Yoganing Bhatari Durga, dineleng sireng bhuwana, tutug madhya ning akasa. Tuminghal (ta) Bhatara guru, turun sira sakarengan, mayoga ta sira muwah, matemahan metu Kala. Mangerak masingha-nada, waja masalit asiyung, tutuk lwir jurang parongbrong, netra kadi Surya kalih. Irung kadi sumur
bandung, kuping lwir lalar ing pandung, roma akepel agimbal, awak awegah aluhur.

Luhurira tan pantara, abang tutug ing bhuwana, tutug madhya ning akasa, sira ta Bhatara Kala. Sira ta Bhatari Uma, aranira duk samana, mayoga sa-wadoKala, lanang wadon warnanira. Bhuta bhuti, yaksa yaksi, pisaca Bhuta manganti, maha Bhuta, panca Bhuta,pulung dara (h), pulung dari (h), dewa dengen, Bhuta dengen, daitya, wil lawan danawa, mrajapati anggapati. Kekeliki, pepelika, pepeleki, agung alit warnanira, yoga ning Bhatara Kala.

Ri sampunira mayoga, mangher po sira ring gunung, hyang sangkara naminira, mangher po sira ring alas. Bhuta banaspati raja, banasati sireng kayu, singha-Kala sireng lemah, Kala wisesaa ring akasa. Bhuta lamis sireng watu, Wisnu pujut sreng wengi, bangbang pita ring rahina, Kala nundang sireng dalan. DoraKala sireng lawang, hyang maraja sreng natar, Bhuta suci sireng sanggar, Bhuta sayah ring balyagung. Kala graheng pamanggahan, Bhuta ngandang simpang awan, Kala dungkang sireng batur, Bhuta duleg sireng longan, Bhuta ndelik sireng galar, Bhuta gumulung ing klasa, Bhuta jempang sireng galeng, Bhuta asih ring paturon. Kala mukti sireng pawon, Bhuta ndelep sireng dengen, Kala sakti sireng sanggar, Kala nembah taretepan, Kala nginte sireng pager, Kala ngintip sireng tampul, doraKala sireng lawang, Bhuta ngingel Siwawalan, Bhuta ninjo ring gugumuk, Bhuta ngilo sireng sumur, Bhuta mangsa sireng sema, Bhuta boset pabajangan, Bhuta rerengek ring wates, Bhuta ulu sireng pakung, Bhuta edan (ring) dalan agung, Bhuta wuru sireng sajeng, Bhuta bloh (sir) eng dalan
agung, Bhuta logok (sir) eng tapan, Bhuta bega pamidangan, Bhuta cantuleng
pasajnan, Bhuta simuh sande kawon, Bhuta ngoncang sireng lumpang, Bhuta ngadu
sireng lebuh, kuncang-kancing ring padangan Bhuta grawang Umah suwung, Bhuta
lawang paciringan, Bhuta lepek paperangan, Bhuta rangregek (sir) eng wates, Bhuta
tulu (s) sireng pangkung,Kala-kali ring pajuden, singanjaya ring Kalangan, Kala
edan sireng pasar, sid (dh) a-kara ring patamon, Bhuta dengkol sireng dagan, Kala
mendek ring paseban, Bhuta asih ring paturon, Kala mukti pabetekan, Kala
dengsek pabajangan, Kala dekek sireng sendi.

Dineleng Bhatari Durga, mentas ta saking samudra, sareng lan Bhatara Kala, apa ta jalukanira? Abhasma sira rudhira, kapala ganitri nira, usus ta sandangan-ira, asampet sira bang ireng. Ingemban ingiring-iring, dening wado Kala nira, tan sah ring pasanak ira, angher po sira ring setra. Setra wates pabajangan, kepuh randu kurambiyan, ingayap ing wado Kala, dremba moha nadah janma. Ulih ing anggawe loka, tinadah rahina wengi, binuru inguyang uyang, dening wado Kala nira.

Tinutut sa-paranira, tinadah rahina wengi, kuneng kang tinadah ira, enaknya anadah jalma. Tan salah tinadah-ira, janna wetu wuku carik, wuku wayang wuku nira, kadana (n) lawan kadini. Pandawa lawan metuwang, tunggak wareng, unting-unting, uduh-uduh rare bajang, tinadah rahina wengi. Mangkin krodha Sanghyang Kala, tumurun sira sakareng, angadeg ring sunyantara, anggawe sanggah pamujan.

Neher ta ginawe nira, Brahma, Wisnu, Maheswara, tumurun ring madhyapada, arddha moho’nggawe manusa. Hyang Iswara dadi Resi, Hyang Brahma dadi Brahmana, Hyang Wisnu dadi Bhujangga, ya tha sira mangkengutus, dening pada nira Sanghyang, ngaturaken tadah saji, sari genep saji nira, sampun ta mangke winastwan. Dening pada nira Sanghyang, Brahmana, Bhujangga, Resi, Saiwa Kalawan Saugata, anglukata dasa mala.
Anadah Bhatara Kala, kalih lan Bhatari Durga, tok sekul Kalawan ulan, sarwa genep kang tadahan. Tan ilang takonakena.

Datenge Bhatara Kala, kalih lan Bhatari Durga, angadeg ing puspa-kaki, ingayap ing wado Kala, garjita tumon ing (ta) tadah (an), tan ilang takonakena. Ingundang ing japa mantra, tinabuhan genta-genti, unung kang genta oragan, sangka umung tan pantara. Tutug teka ring akasa, siniratan sekar ura, candana la (wa)n wija kuning, damar murup lawan dhupa. Kukus sakeng dhupa panggi, tutug teka ring akasa, mrebuk arum kang bhuwana, kongas tekeng windu-pada.

Mulaning hana amuja, kang manuseng madhya-pada, tadahan Bhatara Kala, kalih lan Bhatari Durga. Neher sira siramanya : manusa ring madhya-pada, Purnama Kalawan Tilem, tan kasapa de Hyang Kala, tan kasapa de Hyang Durga, Tan katadah de Hyang Kala, lan katadah de Hyang Durga, pan sampun sinuddha-mala, deni wastu nira Sanghyang. Ilang tekang rupa juti, waluya atemahan jati, Hyang Kala temahan Guru, Hyang Durga temahan Uma. Mantuk mareng Siwapada; kalih lan Bhatari Uma; deni wastu nira Sanghyang, lukat sira Sang linukat. Lukat sira sang anglukat. Dewa sira sang linukat, hana sireng Siwapada, mantuk sira mareng swarga.
Angiring ing pada Sanghyang, angadeg ing Suryapada; Kosika mulih mangetan, matemahan Hyang Iswara. Sang Garga mulih mangidul, matemahan Bhatara Brahma; Sang Maitri mulih mangulon. Matemahan Hyang Mahadewa. Kurusya mullih mangalor, matemahan Bhatara Wisnu, Pratanjala mulih (ring) madhya, matemahan Bhatara Siwa. Sakweh ikang wako-Kala, matemahan Widyadhara; manadi Yaksa klawan Yaksi matemahan Widyadhari.

Sami mantuk mareng swarga, angiring paduka-nira, dening wastu nira Sanghyang, mulih kuneng jati purna. Manusa sami kalukat, mantuk maring Siwapada, sampun pada ingastonan,, ilang tekang rupa juti, waluya atemahan jati, dening wastu ira Sanghyang, alinggih ing sthana nira, enang-ening rupa jati.


TERJEMAHAN

Om, Purwa Bhumi Kamulan (awal mula dunia).
Yang Mulia Bhatari Uma, lahir dari pergelangan kaki Bhatara Guru.

Mula-mula yang ada adalah Bhatari, sebagai permaisuri Bhatara . Beryogalah Bhatara dan beryoga pula Bhatari. Lahirlah para dewata, panca resi, sapta resi; Kosika, Sang Garga, Maitri, Kurusya, Sang Pratanjala Kosika pandai dalam hal padyargha, (dan
kemudian) dikutuk oleh Bhatara; Sanghyang Kosika lahir dari kulit. (Kemudian)
Sang Garga lahir dari daging. Sang Maitri lahir dari otot. Sanghyang Kurusya
lahir dari tulang. Sang Pratanjala lahir dari sumsum. Maka lengkaplah isinya
dunia (Bhuwana), sebab telah diisi. Kemudian Bhatara dan Bhatari disuruh
membuat dunia, kemudian ia dinobatkan dan namanya sangat terkenal, dan kemudian
di kutuk oleh Bhatara.

Kosika pergi ke timur, berubah menjadi dengen. Sang Garga pergi ke selatan , berubah menjadi harimau. Sang Maitri pergi ke barat berubah menjadi ular. Kurusya
pergi ke utara berubah menjadi buaya. Pratanjala pergi ke tengah , berubah
menjadi kura-kura besar. Sang Pratanjala diutus turun membuat dunia. Berjalan dengan tanpa teman, (karena) diutus oleh Bhatari (Uma), maka turunlah Sang Pratanjala. Lalu menyembah dan mohon diri (ke hadapan) Bhatara dan Bhatari. Berdirilah ia di antara langit yang kosong. Tidak ada sesuatu yang tampak, tidak ada sesuatu yang bersuara. Maka pikiran Bhatari menjadi hening, lalu mengeluarkan mentra-mentra untuk menciptakan dunia, beserta isinya dunia, bersama dengan sang Pratanjala.

Keringat mengalir dengan deras membasahi badan. Kemudian jatuh menimpa Bhatari (Gangga), maka keluarlah Bhatari Gangga. Pada awal mulanya ketika itu, keringat Bhatari mengering, maka keluarlah garam dari badan yang rasanya sepat dan asin, jatuh menimpa Bhatari Gangga, lalu kelurlah Bhatari Samudra; dilihatnya
badan Bhatari, keluarlah tanah dari badan, jatuh menimpa Bhatari Samudra,
(maka) keluarlah Bhatari Prthiwi; (kemudian) dataran bumi menjadi melebar,
berpayungkan hamparan langit yang lebar. Padaawal mulanya ketika itu, beliau
kembali beryoga, mengucapkan mentra untuk membuat dunia.
Dari yoga Sanghyang Dharma, keluarlah maha-padma, sebagai pelengkap dunia.
Kemudian keluarlah matahari dan bulan sebagai penerang dunia; keluar gugusan
bintang-bintang, sebagai hiasan pada dunia. (Kemudian) keluar Panca MahaBhuta,
sebagai jiwanya dunia; (kemudian) keluar catur pramana (antara lain) apah,
teja, bayu dan akasa. (Sehingga) jiwa anda bhuwana menjadi lengkap dan kuat;
dan sekarang ketiga dunia (menjadi sempurna), oleh yoga beliau. Dipandanglah Bhatari
Uma, setiap yang disentuh oleh Bhatari, ada putih, ada merah, ada kuning dan
ada yang hitam.

Tiba-tiba Bhatari Sri Uma menjadi murka melihat wujud dirinya, lalu tumbuh dorongan untuk memakan manusia, lalu berteriak bagaikan singa meraung. Gigi dan taringnya panjang. Mulutnya bagaikan jurang terbelah dua. Mata bagaikan matahari kembar. Hidung bagaikan sumur kembar. Telinga bagaikan paha berdiri tegak. Rambut digulung, badannya tinggi besar, tingginya tidak terkira, dari anda bhuwana (Bulatan bumi) sampai ke pertengahan langit, beliaulah Bhatari Durga, namanya saat itu. Semua abdi Bhatari Durga, dan abdi-abdi Sang Kala melakukan yoga; bulu-bulunya dijadikan
(sumber)kejahatan, berwujud laki maupun perempuan.

Semuanya sudah diisi dan sudah dianugrahi nama. Adapun nama-namanya adalah Si Cabora, Si Cabori, Si Bragala, Si Bragali, Si Sanaka. Si Sanaki, Si Durana, Si Durani, Si Kalika, Si Kaleki, Si Gondala, Si Gondali, Si Betala, Si Betali, Si Garbhayaksa, Si Garbhyaksi, semuanya berpesta pada Galungan.
Perwujudan Kala Braja, Besawarna yang amat sakti, Pepelika, Pepeliki, ada yang besar dan ada yang kecil wujudnya, Yoga Bhatari Durga.

Setelah beliau beryoga, kemudian menyelam ke dalam samudra, di sana beliau beryoga. Semua isi samudra lalu keluar dalam bentuk aneka rupa seperti : ikan duyung, ikan hiu, dan ikan gergaji, ikan tengiri dan buntek (ikan pendek besar mengandung racun). Dan masih banyak lagi dengan nama masing-masing.

Bhatari Durga beryoga, dipandangnyalah dunia, tembus sampai kepertengahan angkasa. Bhatara Guru melihat, lalu seketika beliau turun. Kemudian beliau beryoga lagi, akhirnya lahirlah (para) Kala. Berteriak bagaikan singa meraung, gigi dan taringnya panjang, mulut bagaikan jurang menganga, mata seperti matahari kembar, hidung bagaikan sumur kembar, telinga bagaikan rambut diurai, badan tinggi besar. Tingginya luar biasa, bumi menjadi merah, tembus ke pertengahan langit, beliaulah Bhatara Kala.

Bhatari Uma nama beliau tatKala itu. Para Kala pembantu (beliau) baik yang laki maupun tatKala itu. Para Kala pembantu (beliau) baik yang laki maupun yang perempuan beryoga. Bhuta Bhuti, Yaksa Yaksi, Pisaca Bhuta menyertai, Maha Bhuta, Panca Bhuta, Pulung Dara (h), Pulung Dari (H). Krti Dara (h), Krti Dari (h), Dewa Dengen, Bhuta Dengen, Daitya, Wil, serta Danawa, Mrajapati Anggapati. Kekelika, Kekeliki, Pepelika, Pepeleki, ada yang besar ada yang kecil bentuknya, yoga Bhatara Kala. Setelah beliau beryoga, lalu beliau tinggal di gunung. Hyang Sangkara nama beliau, (ketika) beliau tinggal di hutan. Bhuta Banaspati, Banaspati pada kayu. Singha Kala pada tanah. Kala Wisesa pada langit. Bhuta Lamis pada batu. Wisnu Pujut pada malam hari. Bangbang Pita pada siang hari. Kala Nundang pada jalan. DoraKala pada pintu
gerbang. Hyang Maraja pada halaman. Bhuta suci pada sanggar. Bhuta Sayah pada
Bale agung. Kala Graha pada Kuburan (pemanggahan). Bhuta Ngadang pada
persimpangan jalan. Kala Dungkang pada bangunan suci (batur). Bhuta Duleg di
bawah tempat tidur. Bhuta Ndelik pada bilah-bilah bambu alas tikar pada tempat
tidur (galar). Bhuta Gumulung pada tikar pandan yang dianyam halus (klasa). Bhuta
Jempang pada bantal. Bhuta Asih pada tempat tidur. Bhuta Delep pada tugu
pekarangan (dengen). Kala Sakti pada tempat suci (sanggar). Kala Nembah pada
cucuran atap. Kala Nginte pada pagar. Kala Ngintip pada tiang rumah. DoraKala
pada pintu gerbang. Bhuta Ngigel pada orang kerasukan. Bhuta Ninjo pada
gundukan tanah diatas kuburan. Bhuta Ngilo pada sumur. Bhuta Mangsa pada
kuburan Bhuta Boset pada kuburan anak-anak. Bhuta Reregek di perbatasan. Bhuta
Ulu pada jurang. Bhuta Edan pada jalan besar. Bhuta Logok pada pertapaan
(tapan?). Bhuta Bega pada pamidangan (?). Bhuta Cantula pada balai pertemuan. Bhuta
Simuh pada waktu senja. Bhuta Nguncang pada lesung. Bhuta Ngadu pada jalan di
depan rumah. Kuncang Kancing pada padangan (?) (alat dapur?). Bhuta Grawang
pada rumah kosong. Bhuta Lawang pada Gang. Bhuta Lepek pada medan perang. Bhuta
Rengregek di perbatasan. Bhuta Tulus pada jurang. Kala Kali pada perjudian.
Singanjaya pada arena perjudian. Kala Edan pada pasar. SiddhaKala pada
pertemuan (patamon). Bhuta Dengkol pada kaki tempat tidur. Kala Mukti pada
dapur. Kala Dengsek pada kuburan anak-anak. Kala Dekek pada dasar tiang rumah.

Dipandangnya Bhatari Durga, lewat samudra, bersama dengan Bhatara Kala. Ia menggunakan darah sebagai basma. Ganitrinya tengkorak manusia. Usus selempangnya. Berselendang berwarna merah dan hitam. Diasuh dan diantar oleh para hambanya (yang terdiri dari) para Kala, tidak jauh dari sanak saudaranya, lalu ia menuju kuburan.Di perbatasan kuburan anak-anak, (pada) pohon kepuh dan randu yang rindang. Dipuja oleh para Kala yang menjadi hambanya, dengan seperti orang mabuk memakan manusia. Upah menciptakan dunia, dimakan., siang dan malam, dikejar dan diperangkap, oleh para Kala yang merupakan para hambanya. Kemana pergi dikejar, dimakan siang dan malam. Adapun manusia yang dimakan dengan enaknya. Tidak lain yang dimakan adalah orang yang
lahir pada Wuku Carik, yaitu orang yang lahir pada Wuku Wayang, lahir kembar
siam (kadana-kadini), bersaudara lima, tunas tunggul (tunggak wareng), unting-unting
(?), (itulah yang) dimakan siang dan malam. Sekarang Sanghyang Kala marah,
seketika ia turun, berdiri diantara dunia yang sepi, membuat sanggar pemujaan.
Lalu diciptakan Brahma, Wisnu dan Maheswara, kemudian turun kedunia,
berkehendak menciptakan manusia. Hyang Iswara menjadi Resi. Hyang Brahma
menjadi Brahmana. Hyang Wisnu menjadi Bhujangga. MereKalah kemudian yang diutus
oleh Tuhan (Sanghyang), (agar) menghaturkan sajen, segala jenis sajen yang
lengkap. Sekarang sudah ditegaskan; oleh Sanghyang, (bahwa) Brahmana,
Bhujangga, Resi, Siwa dan Sogata, (boleh) meruwat sepuluh jenis kekotoran.

Bersantaplah Bhatara Kala bersama dengan Bhatari Durga, tuak, nasi, dan ikan, berjenis-jenis hidangan lengkap. Dan banyak lagi namanya yang lain. Kemudian Bhatara Kala datang, bersama dengan Bhatari Durga, berdiri diatas tangkai bunga, dipuja oleh para Kala yang merupakan hamba sahayanya, sangat senang hatinya, melihat hidangan. Diundang dengan japamantra, diiringi suara genta yang tiada putus-putusnya, suara genta oragan riuh, suara sangka riuh tidak henti-hentinya. Tembus sampai ke angkasa, ditaburi dengan bunga-bungaan, cendana dan bija berwarna kuning, pedupaan dan dupa menyala. Asap dupa panggil tembus sampai ke angkasa, bumi jadi harum semerbak bahkan
sampai ke Windu Pada. (Itulah) awal mulanya adanya manusia dibumi memuja,
mempersembahkan sesajen kepada Bhatara Kala, dan kepada Bhatari Durga. Lalu ia
berjanji, bahwa setiap Purnama dan Tilem manusia di bumi tidak dikutuk oleh Bhatara
Kala dan tidak pula dikutuk oleh Bhatari Durga. Tidak disantap oleh Hyang Kala,
dan tidak pula dimakan oleh Hyang Durga, sebab sudah disucikan kekotorannya
oleh berkat Sanghyang (Tuhan).

Rupanya yang mengerikan kemudian hilang, kembali seperti semula. Hyang Kala menjadi Bhatara Guru, Hyang Durga menjadi Bhatari Uma. Pulang menuju Siwa-pada (tempatnya Siwa), bersama dengan Bhatari Uma, oleh karena berkat. Sanghyang,(akhirnya) teruwat juga orang yang diruwat. Yang meruwat juga teruwat. Yang diruwat adalah Dewa, beliau ada di Siwa-pada. Ia kembali menuju sorga. Setia pada Sanghyang (Tuhan), tinggal di Surya-pada. Kosika kembali ke timur menjadi Hyang Iswara. Sang Garga kembali ke selatan menjadi Bhatara Brahma. Sang Maitri kembali ke barat menjadi Hyang Mahadewa. Kurusya kembali ke utara menjadi Bhatara Wisnu. Pratanjala kembali ketengah menjadi Bhatara Siwa. Semua Kala yang merupakan hamba-hambanya menjadi Widhyadara. Mandiraksa dan Yaksi menjadi Widhyadari. Semuanya kembali ke sorga mengikuti junjungannya. (Semua itu) karena berkat Sanghyang (Tuhan). (Semuanya) kembali seperti
wujudnya semula.

Om Santih Santih Santih Om

Bekasi, 02 Pebruari 2010

Lontar ini milik Jro Tapakan Pasek dari Ds. Kedisan-Kintamani, dan saya hanya mentranskrip ke huruf latin, dan belajar menterjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia.

(Jro Mangku Shri Dhanu)

"Om Namame smaranam Om Padame sharanam"
=======

Monday, February 1, 2010

SIMBOL SANGAT PENTING DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Om Swastyastu


Dalam setiap jalan spiritual kita akan jumpai tiga hal; filsafat, mitologi dan ritual. Filsafat adalah inti dari setiap jalan spritual. Mitologi menjelaskan spiritual melalui kisah/legenda tokoh-tokoh besar. Ritual adalah aktivitas atau karma dari spiritual itu sendiri. Ritual adalah sangat penting dalam setiap jalan spiritual.

Spritual adalah sesuatu yang abstrak, kenyataan sebagian besar dari kita sulit memahami segala sesuatu yang bersifat abstrak sampai kita bertumbuh menjadi lebih spiritual. Mudah bagi kita untuk memahami sesuatu ide tetapi ketika mengimplementasikannya suatu ide yang bersifat abstrak pada langkah yang nyata alamak… alangkah sulitnya. Oleh karenanya simbol-simbol adalah sebuah pertolongan luar biasa dalam hidup ini yang membantu kita memahami sesuatu yang abstrak.

Simbol-simbol telah digunakan oleh semua jalan spiritual dari jaman ke jaman. Kata-kata adalah simbol dari pikiran. Huruf-huruf yang kita gunakan untuk menyusun kata-kata dan kalimat sejatinya adalah sebuah simbol pula. Kalo boleh disimpulkan segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah simbol.

Ketika pertamakali kita belajar menghitung, sangat sulit mengerti proses penjumlahan dan pengurangan, apalagi pembagian dan perkalian. Biasanya guru yang kreatif akan mengajarkan kita menggunakan gambar-gambar tertentu yang akrab dengan kehidupan kita dan mudah dipahami. Gambar-gambar inipun adalah juga sebuah simbol.

Suatu bangsa, Negara, perusahaan atau organisasi; biasanya terdiri dari berbagai macam perbedaan di dalamnya misalnya;suku, ras, bahasa, budaya, untuk mengenalinya sangat sulit oleh karena itu diperlukan suatu identitas dengan menghadirkan lambang/simbol organisasi. Timbullah kemudian bendera, logo, seragam/uniform yang bisa kita gunakan untuk mengidentifikasikan sesuatu yang bersifat abstrak dan sesuatu yang bersifat jamak.

Demikian pula saat kita belajar ilmu pengetahuan, para ilmuan merumuskan sesuatu yang abstrak menjadi sebuah formula yang terdiri dari simbol-simbol yang mewakili suatu variable ataupun konstanta tertentu. Misalnya F sebagai simbol dari gaya , m simbol dari massa , g adalah simbol dari gravitasi.

Dalam lalu lintas atau transportasi, warna merah, kuning dan hijau juga digunakan sebagai simbol untuk mewakili keadaan tertentu yang patut kita patuhi, merah untuk berhenti, kuning untuk hati-hati, dan hijau untuk jalan terus.

Oleh karenanya dalam belajar spiritual yang sejatinya memahami suatu kekuatan yang maha agung yang menciptakan segala yang ada, yang memelihara segala yang ada pun yang mengembalikan segala sesuatu yang ada diperlukanlah sebuah simbol yang dalam bahasa saskerta disebut rupa dan nama. Hadirlah kemudian nama; Tuhan, God, Allah, Hyang Widdhi, Hyang Sangkan Paraning Dumadi, Hyang Embang, dll.

Beliau yang maha segala-galanya, tidak mampu dijangkau oleh logika manusia, oleh karenanya dihadirkanlah simbol simbol tertentu untuk membantu memahami-Nya. Seperti bendera merah putih sebagai bendera bangsa Indonesia . Bukanlah warna itu yang mendeskripsikan Indonesia secara menyeluruh, dua warna itu hanyalah sebagai identitas dari negeri tercinta ini yang menjiwai semangat bahwa; merah = berani, putih berarti suci. Kita tidak takut melangkah di jalan yang benar, di jalan yang suci. Kita berani melangkah karena tahu bahwa yang kita lakukan itu benar dan suci dan sebaliknya.

Seorang prajurit atau polisi memerlukan sebuah boneka sebagai sasaran dalam berlatih menembak atau memanah. Tujuannya agar dia mampu mengkonsentrasikan pikirannya pada satu sasaran tembak, sehingga nantinya dia mampu menembak musuh atau penjahat pada tempat atau sasaran yang tepat, misalnya menembak kakinya, menembak tangannya tanpa harus membunuhnya.

Dalam bersembahyang mengkonsentrasikan pikiran kepada kekuatan yang maha agung yang kemudian disebut orang dengan nama Tuhan, Allah, Hyang Widdhi ataupun God. Tidaklah mudah sehingga kemudian orang menggunakan simbol sebagai sarana untuk memudahkan menkonsentrasikan pikiran. Sebagian orang menyebutkan nama-nama Tuhan dalam aktivitas sepritualnya sehingga mampu menghadirkan kedamaian, mampu mengkonsentrasikan pikirannya yang terbang ke sana kemari. Sebagian orang menggunakan rupa tertentu sebagai sarana untuk memudahkan mengkonsentrasikan pikirannya.

Namun bila mereka yang kerap menggunakan nama dan rupa ini kemudian menganggap bahwa nama dan rupa itu adalah Tuhan itu sendiri. Nah inilah yang kemudian menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dalam aktivitas spritualnya. Misalnya dia menganggap bahwa batu itu Tuhan, Kayu itu Tuhan, Lukisan itu Tuhan, dan lain sebagainya. Kayu, Batu digunakan untuk melukiskan suatu bentuk kekuatan Tuhan yang diwujudkan dalam bentuk patung sebagai objek dari konsentrasi.

Pikiran manusia biasa kontak dengan alam nyata, membawa dia langsung menuju alam abstrak tidaklah mudah, memang ada beberapa orang yang mampu melakukannya, namun senyatanya kebanyakan dari kita sangat sulit langsung menuju kepada hal yang abstrak itu. Oleh karenanya untuk memudahkan mengkonsentrasikan pikiran maka kita memerlukan kehadiran dari simbol-simbol itu. Gambar apel yang digunakan oleh guru-guru matematika dalam mengajarkan proses penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian atau perpangkatan. Gambar orang yang digunakan oleh polisi atau prajurit untuk menjadi sasaran tembak dalam berlatih. Huruf-huruf tertentu seperti E, F, m, a, g, h, dan lainnya digunakan untuk mewakili energi, gaya , massa , percepatan gravitasi, ketinggian, dalam belajar ilmu fisika.

Demikian pula dalam aktivitas spiritual, patung-patung, lukisan-lukisan, pratima-pratima, dan rupa-rupa yang lain dihadirkan untuk membantu manusia mengarahkan dan mengkonsentrasikan pikiran menuju pada kekuatan yang tak mampu dijangkau oleh pikiran yang menciptakan, memelihara dan mengembalikan kembali segala yang ada di alam samesta ini.


Om Santih Santih Santih Om

Made Mariana

http://singaraja.wordpress.com

SIMBOL SANGAT PENTING DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Om Swastyastu


Dalam setiap jalan spiritual kita akan jumpai tiga hal; filsafat, mitologi dan ritual. Filsafat adalah inti dari setiap jalan spritual. Mitologi menjelaskan spiritual melalui kisah/legenda tokoh-tokoh besar. Ritual adalah aktivitas atau karma dari spiritual itu sendiri. Ritual adalah sangat penting dalam setiap jalan spiritual.

Spritual adalah sesuatu yang abstrak, kenyataan sebagian besar dari kita sulit memahami segala sesuatu yang bersifat abstrak sampai kita bertumbuh menjadi lebih spiritual. Mudah bagi kita untuk memahami sesuatu ide tetapi ketika mengimplementasikannya suatu ide yang bersifat abstrak pada langkah yang nyata alamak… alangkah sulitnya. Oleh karenanya simbol-simbol adalah sebuah pertolongan luar biasa dalam hidup ini yang membantu kita memahami sesuatu yang abstrak.

Simbol-simbol telah digunakan oleh semua jalan spiritual dari jaman ke jaman. Kata-kata adalah simbol dari pikiran. Huruf-huruf yang kita gunakan untuk menyusun kata-kata dan kalimat sejatinya adalah sebuah simbol pula. Kalo boleh disimpulkan segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah simbol.

Ketika pertamakali kita belajar menghitung, sangat sulit mengerti proses penjumlahan dan pengurangan, apalagi pembagian dan perkalian. Biasanya guru yang kreatif akan mengajarkan kita menggunakan gambar-gambar tertentu yang akrab dengan kehidupan kita dan mudah dipahami. Gambar-gambar inipun adalah juga sebuah simbol.

Suatu bangsa, Negara, perusahaan atau organisasi; biasanya terdiri dari berbagai macam perbedaan di dalamnya misalnya;suku, ras, bahasa, budaya, untuk mengenalinya sangat sulit oleh karena itu diperlukan suatu identitas dengan menghadirkan lambang/simbol organisasi. Timbullah kemudian bendera, logo, seragam/uniform yang bisa kita gunakan untuk mengidentifikasikan sesuatu yang bersifat abstrak dan sesuatu yang bersifat jamak.

Demikian pula saat kita belajar ilmu pengetahuan, para ilmuan merumuskan sesuatu yang abstrak menjadi sebuah formula yang terdiri dari simbol-simbol yang mewakili suatu variable ataupun konstanta tertentu. Misalnya F sebagai simbol dari gaya , m simbol dari massa , g adalah simbol dari gravitasi.

Dalam lalu lintas atau transportasi, warna merah, kuning dan hijau juga digunakan sebagai simbol untuk mewakili keadaan tertentu yang patut kita patuhi, merah untuk berhenti, kuning untuk hati-hati, dan hijau untuk jalan terus.

Oleh karenanya dalam belajar spiritual yang sejatinya memahami suatu kekuatan yang maha agung yang menciptakan segala yang ada, yang memelihara segala yang ada pun yang mengembalikan segala sesuatu yang ada diperlukanlah sebuah simbol yang dalam bahasa saskerta disebut rupa dan nama. Hadirlah kemudian nama; Tuhan, God, Allah, Hyang Widdhi, Hyang Sangkan Paraning Dumadi, Hyang Embang, dll.

Beliau yang maha segala-galanya, tidak mampu dijangkau oleh logika manusia, oleh karenanya dihadirkanlah simbol simbol tertentu untuk membantu memahami-Nya. Seperti bendera merah putih sebagai bendera bangsa Indonesia . Bukanlah warna itu yang mendeskripsikan Indonesia secara menyeluruh, dua warna itu hanyalah sebagai identitas dari negeri tercinta ini yang menjiwai semangat bahwa; merah = berani, putih berarti suci. Kita tidak takut melangkah di jalan yang benar, di jalan yang suci. Kita berani melangkah karena tahu bahwa yang kita lakukan itu benar dan suci dan sebaliknya.

Seorang prajurit atau polisi memerlukan sebuah boneka sebagai sasaran dalam berlatih menembak atau memanah. Tujuannya agar dia mampu mengkonsentrasikan pikirannya pada satu sasaran tembak, sehingga nantinya dia mampu menembak musuh atau penjahat pada tempat atau sasaran yang tepat, misalnya menembak kakinya, menembak tangannya tanpa harus membunuhnya.

Dalam bersembahyang mengkonsentrasikan pikiran kepada kekuatan yang maha agung yang kemudian disebut orang dengan nama Tuhan, Allah, Hyang Widdhi ataupun God. Tidaklah mudah sehingga kemudian orang menggunakan simbol sebagai sarana untuk memudahkan menkonsentrasikan pikiran. Sebagian orang menyebutkan nama-nama Tuhan dalam aktivitas sepritualnya sehingga mampu menghadirkan kedamaian, mampu mengkonsentrasikan pikirannya yang terbang ke sana kemari. Sebagian orang menggunakan rupa tertentu sebagai sarana untuk memudahkan mengkonsentrasikan pikirannya.

Namun bila mereka yang kerap menggunakan nama dan rupa ini kemudian menganggap bahwa nama dan rupa itu adalah Tuhan itu sendiri. Nah inilah yang kemudian menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dalam aktivitas spritualnya. Misalnya dia menganggap bahwa batu itu Tuhan, Kayu itu Tuhan, Lukisan itu Tuhan, dan lain sebagainya. Kayu, Batu digunakan untuk melukiskan suatu bentuk kekuatan Tuhan yang diwujudkan dalam bentuk patung sebagai objek dari konsentrasi.

Pikiran manusia biasa kontak dengan alam nyata, membawa dia langsung menuju alam abstrak tidaklah mudah, memang ada beberapa orang yang mampu melakukannya, namun senyatanya kebanyakan dari kita sangat sulit langsung menuju kepada hal yang abstrak itu. Oleh karenanya untuk memudahkan mengkonsentrasikan pikiran maka kita memerlukan kehadiran dari simbol-simbol itu. Gambar apel yang digunakan oleh guru-guru matematika dalam mengajarkan proses penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian atau perpangkatan. Gambar orang yang digunakan oleh polisi atau prajurit untuk menjadi sasaran tembak dalam berlatih. Huruf-huruf tertentu seperti E, F, m, a, g, h, dan lainnya digunakan untuk mewakili energi, gaya , massa , percepatan gravitasi, ketinggian, dalam belajar ilmu fisika.

Demikian pula dalam aktivitas spiritual, patung-patung, lukisan-lukisan, pratima-pratima, dan rupa-rupa yang lain dihadirkan untuk membantu manusia mengarahkan dan mengkonsentrasikan pikiran menuju pada kekuatan yang tak mampu dijangkau oleh pikiran yang menciptakan, memelihara dan mengembalikan kembali segala yang ada di alam samesta ini.


Om Santih Santih Santih Om

Made Mariana

http://singaraja.wordpress.com